Event starts on 2015.06.08 for 2 days in Bandung
http://portal.fi.itb.ac.id/snips2015 | https://ifory.id/conf-abstract/z4pZjcJkq
Page 8 (data 211 to 240 of 256) | Displayed ini 30 data/page
Corresponding Author
A. F. C. Wijaya
Institutions
Departemen Pendidikan Fisika
FPMIPA UPI
Abstract
Memahami kesulitan belajar siswa memiliki andil yang cukup signifikan dalam kondisi kemampuan guru mempersiapkan perencanaan pembelajaran yang belum maksimal. HLT adalah suatu bentuk lintasan belajar yang dipersiapkan guru dengan didasari atas pemikiran untuk memilih desain pembelajaran khusus, dengan demikian hasil belajar terbaik akan lebih mungkin dapat dicapai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengenali kemampuan menganalisis respon siswa melalui HLT yang disediakan guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajarannya sebagai bentuk instrumen pembelajaran dan pengembangan beragam kemampuan siswa. Penelitian deskriptif kualitatif dipilih dalam mengumpulkan, mengolah, menginterpretasikan, dan merepresentasikan data yang digali dari sampel penelitian calon-calon guru fisika di tingkat sekolah menengah. Dalam proses pengolahannya, data diolah melalui dua jenis analisis, yaitu: analisis kualitatif respon siswa dalam proses pembelajaran berdasarkan prediksi respon yang telah disediakan, dan analisis skor tes beragam kemampuan siswa baik selama maupun setelah proses pembelajaran berlangsung sebagai hasil pengembangan kemampuan siswa yang terjadi. Hasil yang diperoleh menunjukan proses pembelajaran fisika yang disusun berorientasi HLT telah dapat mendorong calon guru dapat menyajikan pembelajaran yang efektif bagi siswa yang mengalami masalah belajar di kelas menurut kriteria Heward. Sedangkan dalam capaian pembelajaran berdasarkan kemampuan belajar siswa yang diperoleh menunjukan kemampuan siswa berkembang secara umum dalam kategori baik, dimana keterampilan proses sains yang berkembang diatas kategori cukup terampil dan aktivitas siswa yang berada pada kategori baik.
Keywords
Hypothetical Learning Trajectory (HLT), Kemampuan Siswa, Kriteria Heward
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
IRPAN MAULANA
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Abstract
Konsistensi konsepsi merupakan keajegan siswa dalam menggunakan konsepsi yang benar dalam memberikan jawaban atas sejumlah pertanyaan atau persoalan yang memuat konsep yang sama. Konsistensi konsepsi ini sangat penting karena dapat menggambarkan seberapa kuat dan mendalam pemahaman siswa akan suatu konsep. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat konsistensi konsepsi siswa pada materi tekanan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes tertulis. Instrumen tes yang digunakan berupa tes objektif dalam bentuk pilihan ganda yang sebelumnya telah mengalami tahapan validasi (judgement expert) dan ujicoba. Terdapat 32 butir soal yang mengukur sepuluh konsep yang termuat dalam materi tekanan. Siswa dapat dianggap konsisten apabila mampu menjawab secara benar tiga atau lebih pertanyaan yang menguji konsep yang sama, sekalipun disajikan dalam konteks yang berbeda. Subjek penelitian terdiri dari 44 orang siswa kelas 8 salah satu SMP Negeri di Kabupaten Tasikmalaya yang sudah pernah mempelajari konsep tekanan. Berdasarkan tes konsistensi konsepsi yang dilakukan, diperoleh gambaran bahwa mayoritas siswa (57%) berada pada level tidak konsisten.
Keywords
Konsistensi konsepsi, Tekanan
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Sari Sobandi
Institutions
Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Abstract
Penelitian ini mengkaji profil laboratorium Madrasah Aliyah dan Sekolah Menegah Atas di Jawa Barat. Dengan permasalahan dalam penelitian ini bagaimana keberadaan laboratorium kimia yang ada di Madrasah Aliyah dan Sekolah Menegah Atas Di Jawa Barat, bagaimanakah pengetahuan alat dan bahan pada Madrasah Aliyah dan Sekolah menegah Atas Di Jawa Barat dan bagaimanakah keselamatan kerja Di laboratorium Madrasah Aliyah dan Sekolah menegah Atas Di jawa barat. Untuk memecahkan permasalahan tersebut digunakan metode penelitian deskriptif. Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia. Standar jumlah peralatan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan perpeserta didik. Laboratorium harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas, sebagus dan selengkap apapun suatu laboratorium tidak akan berarti apa-apa bila tidak ditunjang oleh manajemen yang baik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan keberadaan laboratorium untuk tingkat SMA sudah cukup memadai karena rata-rata sekolah sudah memiliki laboratorium kimia 73,79%. Berbeda halnya dengan tingkat MA belum cukup memadai karena rata-rata MA memiliki laboratorium kimia 57,17%. Pengetahuan bahan kimia untuk SMA dan MA rata-rata mencapai 47,5% dan 46,1%. SMA dan MA memiliki rak zat padat 60% dan 62,5%, rak zat cair rata-rata untuk SMA dan MA sudah maksimal mencapai 75% dan 70%. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan hal yang penting pada waktu melakukan kegiatan di laboratorium. Sebagian SMA telah tersedia saluran pembuangan limbah praktek sebesar 52%, sedangkan di MA rata-rata 32%. Tidak terdapatnya tempat pengolahan limbah praktek, baik di SMA maupun MA. SMA yang memiliki alat pemadam kebakaran rata-rata 30% dan MA 25%.
Keywords
Profil laboratorium, Jawa Barat
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Dede Akhmad Junaedi
Institutions
Indonesia University of Education
Abstract
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil pengetahuan awal, miskonsepsi, dan penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem dengan menggunakan peta konsep. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII MTs Negeri Purwakarta. Data dikumpulkan dengan menggunakan rubrik penilaian pengetahuan awal, rubrik penilaian miskonsepsi, tes penguasaan konsep, lembar angket, format wawancara, dan catatan lapangan. Kegiatan penelitian dibagi menjadi tahap pengenalan dan pembiasaan pembelajaran dengan peta konsep, dan tahap pelaksanaan pembelajaran dengan peta konsep. Tahap pengenalan dan pembiasaan peta konsep meliputi perangkat peta konsep, dan Instrumen peta konsep. Tahap pelaksanaan peta konsep meliputi tahap penjaringan pengetahuan awal dan penggunaan peta konsep dalam menilai miskonsepsi dan penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peta konsep memuat aspek-aspek yang dapat mengungkap pengetahuan awal, miskonsepsi dan penguasaan konsep. Peta konsep dapat menjaring pengetahuan awal siswa terkait materi ekosistem pada kategori baik (33%), sedangkan pernyataan konsep dimana siswa mengalami miskonsepsi, peta konsep dapat mengungkap sekitar 23% pada kategori cukup, dan peta konsep dapat mengungkap penguasaan konsep siswa pada kategori cukup (49%). Guru dan siswa menanggapi positif terhadap penggunaan peta konsep dalam pembelajaran, serta peta konsep yang digunakan memiliki keunggulan dan keterbatasan dalam pelaksanaannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peta konsep dapat mengungkap pengetahuan awal, miskonsepsi dan penguasaan konsep siswa.
Keywords
pengetahuan awal, miskonsepsi, penguasaan konsep, peta konsep, ekosistem
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Mairizwan Mairizwan
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Energi matahari merupakan energi terbarukan yang memiliki prospek pengembangan yang besar. Salah satu pengembangan pada pemenenan energi matahari (cahaya) adalah dengan menggunakan sel surya. Sel surya merupakan suatu devais yang mengubah energi matahari menjadi energi listrik. Proses pengubahan energi matahari menjadi energi listrik tergantung intensitas cahaya matahari yang diterima oleh sel surya, semakin besar intensitas matahari yang diterima sel surya maka daya yang dikeluarkan sel surya juga akan semakin besar.Intensitas matahari yang diterima sel surya sangat dipengaruhi oleh posisi sel surya terhadap matahari, daya terbesar sel surya berada pada posisi tegak lurus terhadap matahari. Posisi matahari yang berubah mengakibatkan daya yang dikeluarkan sel surya juga akan selalu berubah. Oleh karena itu, untuk menjaga daya keluaran sel surya selalu selalu pada kondisi maksimum maka dibuat sebuah sistem tracker untuk menggerakkan/ mengubah posisi sel surya agar selalu pada posisi tegak lurus terhadap matahari. Prinsip kerja dari sistem tracker ini adalah dengan mendeteksi posisi matahari menggunakan sensor cahaya photodioda. Informasi posisi matahari dari sensor ini diolah dalam mikrokontroler, sehingga sel surya dapat dikontrol setiap saat dengan posisi tegak lurus terhadap cahaya matahari. Berdasarkan data dan analisisnya maka dapat diketahui dua hasil penting yaitu ; pertama, sistem tracker sel surya ini dapat bekerja dengan baik mengikuti arah gerak matahari setiap saat. kedua, daya yang dihasilkan dari sel surya ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa sistem tracker sel surya.
Keywords
sel surya, Tracker, arduino
Topic
Instrumentasi (INS)
Corresponding Author
valentinus galih vidia putra
Institutions
POLITEKNIK STTT BANDUNG
Abstract
Pada penelitian ini dikaji hubungan antara pengaruh nomor benang terhadap dimeter benang secara teori dan eksperimen. Pengujian secara eksperimen didapatkan melalui rancang bangun alat yarn diameter tester. Hasil dari penelitian ini adalah : (1) Telah diciptakan alat ukur diameter benang (tanpa adanya pengaruh deformasi bentuk yang diakibatkan adanya tekanan luar atau gaya luar); (2) Telah dirumuskan hubungan diameter benang secara eksperimen dengan nomor benang (tex); dan (3) Telah dibandingkan hubungan antara diameter benang secara eksperimen dan diameter benang secara teori.
Keywords
Yarn Diameter,Optik,Nomor benang (Tex)
Topic
Lain-lain (ETC)
Corresponding Author
Aisyah Hasyim
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar IPA dengan tema laut untuk SMP kelas VII melalui metode pengembangan bahan ajar 4STMD (Four Steps Teaching Material Development). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan bahan ajar IPA SMP yang terpadu dengan tema laut khususnya untuk siswa dengan lingkungan geografis yang relevan. Tema laut dapat mengaitkan beberapa materi pokok di SMP kelas VII seperti klasifikasi zat, campuran, massa jenis, kalor, dan ekosistem. Pengembangan bahan ajar dilakukan dengan menggunakan 4STMD yang meliputi tahap seleksi, strukturisasi, karakterisasi, dan reduksi didaktik. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar validasi tahap seleksi, strukturisasi, dan karakterisasi serta validasi kelayakan bahan ajar. Hasil penelitian ini berupa bahan ajar IPA terpadu tema laut untuk SMP kelas VII yang dikembangkan dengan 4STMD.
Keywords
bahan ajar, IPA terpadu, tema laut, 4STMD
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Utih Amartiwi
Institutions
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstract
Suatu rantai R-modul dan R-homorfisma � →C_(n+1) □(→┬d_(n+1) C_n ) →┬〖 d〗_(n ) C_(n-1) →┬d_(n-1) C_(n-2) →┬� disebut barisan eksak jika Im(d_(n+1) )=ker(d_n). Rantai ini disebut juga rantai kompleks jika d_n d_(n+1) (C_(n+1) )={0}. Davvaz dan Parnian memperkenalkan generalisasi konsep barisan eksak dengan menggantikan {0} dengan Un-1 suatu submodul dari Cn-1 yang disebut dengan U-eksak. Kemudian, Davvaz dan Shabani mengembangkan konsep ini dengan mendefinisikan konsep rantai U-kompleks, U-homologi, rantai (U,U′)- pemetaan, rantai (U,U′)- homotopi, dan U-fungtor. Zn adalah himpunan bilangan bulat modulo n, dimana n∈ Z. Zn merupakan modul atas Z dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar. Sehingga, Zn dapat dikatakan Z-modul. Dalam makalah ini, penulis membuat bentuk umum dari rantai kompleks, U-kompleks, dan (U, U�)-pemetaan dari Zn dengan memanfaatkan sifat-sifat di aritmetika modulo.
Keywords
rantai kompleks, rantai U-kompleks, rantai (U,U′)- pemetaan, aritmetika modulo
Topic
Lain-lain (ETC)
Corresponding Author
Maharani Savitri
Institutions
Program Studi Pendidikan IPA
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau dikenal juga dengan sains merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan keteraturan yang ada di dalamnya. Terwujudnya masyarakat berliterasi sains (scientific literacy) adalah salah satu tujuan utama pendidikan sains. Salah satu persiapan yang dapat dilakukan oleh seorang guru IPA untuk mencapai tujuan tersebut adalah penggunaan bahan ajar relevan yang di dalamnya tidak hanya memuat konten (knowledge of science) tetapi juga memuat knowledge about science terkait hakikat IPA (nature of science). Nature of Science didefinisikan sebagai nilai-nilai dan asumsi yang melekat pada perkembangan lmu pengetahuan sains dan sebagai pembeda antara sains dan nonsains. Aspek-aspek NOS terdiri atas: (a) pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang dapat dipercaya dan bersifat sementara, (b) keberadaannya tidak hanya satu metode ilmiah, tetapi ada beberapa karakteristik bersama pendekatan ilmiah untuk sains seperti penjelasan ilmiah yang didukung oleh bukti empirik, dan diuji terhadap alam, (c) kreativitas berperan dalam pengembangan pengetahuan ilmiah, (d) ada hubungan antara teori dan hukum, (e) ada hubungan antara pengamatan dan kesimpulan, (f) sains mengutamakan objektifitas, meskipun selalu ada unsur kesubjektifan di dalam pengembangan pengetahuan ilmiah, dan (g) konteks sosial dan budaya juga berperanan dalam pengembangan pengetahuan ilmiah. Dengan memasukkan NOS ke dalam standar/kurikulum diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar tentang materi sains, minat terhadap sains, dan pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan sains. Model rekonstruksi bahan ajar yang dilakukan mengadopsi dari Model of Educational Reconstruction (MER) yang dibatasi pada tahap analisis struktur konten dan penelitian pada pembelajaran dan pengajaran. Hasil rekonstruksi bahan ajar IPA ini adalah untuk menghasilkan bahan ajar yang sesuai perkembangan kognitif siswa.
Keywords
Bahan ajar, nature of science, Model of Educational Reconstruction
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Saeful Karim
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Pembelajaran yang terjadi di perkuliahan tidak hanya berfokus pada penguasaan konsep mahasiswa tetapi harus berfokus juga pada proses pembelajaran yang memfasilitasi keterampilan berpikir. Apalagi perkuliahan di Universitas yang mencetak calon pendidik. Berdasarkan observasi dan wawancara ditemukan bahwa gaya guru mengajar di kelas kebanyakan mereproduksi kebiasaan dan kebanyakan gaya mengajar dosen di perkuliahan. Sehingga sangat diperlukan proses pembelajaran yang mampu memfasilitasi berbagai keterampilan berpikir calon guru dan memberikan model real (modelling) bagaimana pembelajaran diterapkan. Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi proses belajar mengajar ditemukan bahwa respon mahasiswa terhadap gaya mengajar dosen secara umum masih rendah. Penelitian ini berfokus pada rekonstruksi pembelajaran sistem partikel dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa. Adapun produk dari penelitian ini berupa rancangan pembelajaran yang operasional dan evaluasinya. Pelengkap data bagaimana kefektifan pembelajaran yang diterapkan ditinjau dari pencapaian mahasiswa pada evaluasi pembelajaran sistem partikel. Berdasarkan data pencapaian mahasiswa pada kelas yang menerapkan rekonstruksi rancangan pembelajaran yang baru, diperoleh pencapaian hasil belajar yang lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan konstruksi pembelajaran sebelumnya. Hasil angket menunjukkaan mahasiswa memberikan respon positif pada penerapan rekonstruksi pembelajaran.
Keywords
Rekonstruksi pembelajaran, keterampilan berpikir tingkat tinggi
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Rico Juni Saputra
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Sains merupakan aspek yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali permasalahan yang menuntut untuk diselesaikan menggunakan sains. Sehingga masyarakat memerlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai sains yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah di kehidupan sehari-hari yang disebut dengan literasi sains. Saran paling memungkinkan untuk meningkatkan literasi sains ini adalah melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah. Akan tetapi, faktanya adalah pembelajaran di sekolah tidak memfasilitasi siswa dalam meningkatkan literasi sains, maka dari itu perlu dilakukan rekonstruksi rancangan pembelajaran IPA. Untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi penelitian, bagian yang direkonstruksi adalah kompetensi literasi sains yang lemah dari siswa. Untuk mendapatkan profil kompetensi yang lemah tersebut, digunakanlah metode cross sectional survey kepada siswa kelas VII. Instrumen yang digunakan berupa tes yang menguji kompetensi literasi sains siswa. Hasilnya adalah hanya sekitar setengah dari seluruh populasi yang memiliki kompetensi untuk menjelaskan fenomena ilmiah, menyelidiki masalah dan menginterpretasi data. Ketiga kompetensi tersebut merujuk pada framework PISA 2015.
Keywords
Literasi Sains; Rekonstruksi Pembelajaran; Cross sectional survey
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Hanni Shofiah
Institutions
Departemen Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh rancangan pembelajaran IPA pada materi energi yang dapat memfasilitasi literasi sains siswa. Rancangan pembelajaran tersebut direkonstruksi dari hasil observasi proses pembelajaran di salah satu sekolah dan dibangun berdasarkan profil literasi sains siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan desain cross-secsional. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII yang berjumlah 91 orang di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa tes literasi sains berdasarkan karakteristik framework PISA 2015, pedoman wawancara, dan observasi. Hasil penelitian yang diperoleh selama dua pertemuan adalah pembelajaran IPA di sekolah kurang memfasilitasi literasi sains siswa. Profil literasi sains siswa diperoleh dengan menggunakan teknik pesentase pada setiap aspek domain kompetensi dan pengetahuan. Pada domain kompetensi, ketercapaian siswa sebesar 57,94% untuk aspek menjelaskan fenomena ilmiah (K1); 37,91% mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah (K2); serta 57,91% untuk menginterpretasikan data dan bukti ilmiah (K3). Sedangkan pada domain pengetahuan, ketercapaian siswa sebesar 60,16% untuk konten; 60,99% prosedural; dan 29,95% untuk epistemik. Maka dapat disimpulkan bahwa ketercapaian literasi sains siswa cukup rendah terutama pada kompetensi K2 dan pengetahuan epistemik. Sehingga diperlukan rancangan pembelajaran yang dapat memfasilitasi literasi sains siswa.
Keywords
Literasi sains, framework PISA 2015, cross-secsional
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
DYNA PURNAMA ALAM
Institutions
Departemen Pendidikan Fisika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung 40154 Jawa Barat - Indonesia
Telp. 022-2013163 Fax. 022-2013651
Abstract
Kemajuan era globalisasi di dunia sains yang begitu pesat sehingga kehidupan masyarakat harus siap untuk bekerja keras. Salah satu untuk menyesuaikan diri dalam kemajuan era globalisasi yaitu dibutuhkannya masyarakat yang berliterasi sains. Literasi sains merupakan pemahaman konsep maupun penerapan dari sains untuk menyelesaikan permasalahan secara efektif dan bertanggung jawab. Namun kemampuan ini belum optimal dilatihkan oleh proses pembelajaran sains. Peneliti mencoba untuk menemukan cara melatih literasi sains melalui rekonstruksi pembelajaran sains berdasarkan profil analisis literasi sains. Penelitian yang akan dilakukan yaitu merekonstruksi rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran sains melalui analisis kesulitan literasi sains siswa SMP kelas VII pada topik gerak lurus. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif jenis survei dengan analisis deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung dengan jumlah sampel sebanyak 124 orang siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung menggunakan pengambilan sampel acak. Dari hasil penelitian persentase profil literasi sains siswa pada domain kompetensi diperoleh 46,64% aspek menjelaskan fenomena ilmiah, 65,93% aspek mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah dan 48,66% aspek menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Sedangkan pada domain pengetahuan diperoleh 55,91% aspek konten, 62,09% aspek prosedural dan 38,84% aspek epistemik. Berdasarkan hal di atas, maka rekonstruksi menekankan pada aspek domain yang paling rendah diantara kedua aspek domain yang lainnya. Aspek menjelaskan fenomena ilmiah dari domain kompetensi dan aspek epistemik dari domain pengetahuan akan dijadikan acuan untuk merekonstruksi rencana pembelajaran sains yang melatihkan literasi sains.
Keywords
Rekonstruksi, Profil Literasi Sains, Domain Kompetensi, Domain Pengetahuan
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Alamsyah Rizki Isroi
Institutions
a) Kelompok Keahlian Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia
*rizkiisroi[at]live.com
b) Pertamina Geothermal Energy, Menara Cakrawala lt 11, Jl. MH. Thamrin No.9, Jakarta 10340
Abstract
Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar dengan jumlah sekitar 25.875 MW atau � 40% dari cadangan dunia. Indonesia terletak pada area Ring of Fire yang mencakup wilayah sepanjang 40.000 km membentang mengelilingi samudera Pasifik, akibatnya Indonesia memiliki 127 gunungapi. Di samping itu, secara geografis Indonesia berada pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu lempeng Eurasia, lempeng pasifik, dan lempeng Indo-Australia yang berperan aktif dalam pembentukan zona subduksi dan gunungapi Indonesia. Kondisi geologi ini memberikan kontribusi ketersediaan energi panas bumi Indonesia. Energi geothermal adalah energi yang tersimpan di dalam kerak bumi. Sumber panas bumi didefenisikan sebagai suatu reservoir di mana energi panas bumi dapat diekstraksi secara ekonomis dan dimanfaatkan untuk keperluan industri, pertanian atau keperluan-keperluan lain yang sesuai. Eksplorasi panas bumi dapat dilakukan dengan metode geofisika, salah satunya yaitu metode microseismic dengan penentuan hiposenter gempa menggunakan metode single event determination (SED) yang digunakan untuk mengidentifikasi gempa-gempa kecil berkekuatan ≤ 3 SR yang umumnya disebabkan oleh simulasi hidrolik, kegiatan produksi atau injeksi dan pengeboran. Metode ini menunjukkan sebaran zona-zona kejadian gempa melalui letak hiposenter dan episenter. Hiposenter adalah lokasi fisik dari sumber gempa, biasanya diberikan dalam longitude (x0), latitude (y0), kedalaman di bawah permukaan (z0), dan juga waktu terjadinya gempa (t0). Saat hiposenter dan waktu asal ditentukan oleh waktu kedatangan fase seismik dimulai oleh gempa pertama, lokasi akan dihitung sesuai dengan titik di mana gempa dimulai. Dimulai dari t adalah waktu tiba pertama (first arrival time) gelombang seismik di setiap stasiun pengamatan (seismometer) ke-i (x i , y i , z i ) dari hiposenter (x 0 , y 0 , z 0 ), t Cal adalah waktu tempuh kalkulasi berdasarkan model kecepatan satu dimensi bawah permukaan dan t 0 adalah waktu asal (origin time).
Keywords
geothermal, hiposenter, micro seismik, SED
Topic
Kebumian (EPS)
Corresponding Author
Nita Handayani
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Penyakit Alzheimer (Alzheimer�s Disease, AD) merupakan gangguan neurodegeneratif progresif yang terkait dengan gangguan fungsi neuronal dan kerusakan kognisi, fungsi, dan perilaku secara bertahap. Ada dua teori tentang penyebab terjadinya AD. Pertama dari luar sel, adanya penumpukan peptida amyloid yang disekresikan oleh sel-sel otak sehingga membentuk plak beta-amyloid yang dapat merusak sel. Kedua dari dalam sel, adanya tau protein yang saling berikatan membentuk tangles (neurofibrillary tangles) yang dapat merusak fungsi sel dan menyebabkan kematian sel. Terdapat beberapa biomarker yang dapat digunakan sebagai acuan diagnostik dan prognostik dalam deteksi dini penyakit alzheimer, salah satunya adalah neuroimaging marker. Beberapa teknik pencitraan otak sering digunakan untuk mempelajari proses neuropatologis dan perubahan fungsional dan morfologis yang terjadi pada AD. Metode neuroimaging ini tidak hanya bermanfaat untuk deteksi dini namun juga mampu membedakan AD dari penyakit neurodegeneratif lainnya. Teknik neuroimaging secara umum dibedakan menjadi dua yaitu structural neuroimaging (CT, MRI) dan functional neuroimaging (PET, SPECT dan fMRI). Pengembangan teknik neuroimaging saat ini diarahkan pada modalitas yang bersifat non-invasif, non-radiatif, cepat, murah dan reiabel diantaranya adalah EEG dan Brain ECVT. Dalam makalah ini akan dipaparkan perkembangan terbaru dari kemampuan beberapa teknik neuroimaging baik yang berbasis pencitraan struktural, pencitraan fungsional maupun pengukuran sinyal listrik otak untuk studi deteksi dini AD.
Keywords
teknik neuroimaging, Alzheimer, pencitraan otak, deteksi dini
Topic
Lain-lain (ETC)
Corresponding Author
Rizky Kusumawardani
Institutions
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstract
Analisis diskriminan merupakan salah satu metode statistika yang dapat digunakan untuk klasifikasi, metode ini sesuai digunakan untuk klasifikasi ketika variabel dependen yang digunakan bertipe kategorikal dan variabel independennya bertipe kontinu. Data penelitian yang tersedia untuk analisis diskriminan rata-rata memuat banyak variabel independen. Oleh karena itu, analisis diskriminan membutuhkan tahapan seleksi variabel untuk memilih variabel independen yang berkontribusi besar terhadap fungsi diskriminannya. Metode statistika yang sering digunakan untuk seleksi variabel adalah stepwise method. Penggunaan metode ini belum memberikan hasil yang optimal. Metode stepwise terlalu sensitif terhadap perubahan tingkat signifikasi, rentan terhadap kasus multikolinieritas, dan tidak memberikan jaminan kebaikan hasil. Oleh karena itu, diperlukan metode baru yang dapat memperbaiki kekurangan tersebut. Metode yang dapat digunakan adalah algoritma genetika, yang merupakan metode iteratif untuk mendapatkan hasil global optimum. Pada penelitian ini digunakan metode algoritma genetika untuk seleksi variabel pada klasifikasi data benchmark.
Keywords
Analisis Diskriminan, Algoritma Genetika,Benchmark.
Topic
Komputasi dan Pemodelan (COM)
Corresponding Author
Nur Asiah Aprianti
Institutions
Fisika, ITB
Abstract
Fenomena ketidakstabilan Rayleigh-Taylor banyak ditemui dalam dunia sains baik itu dalam skala kecil (udang penggertak) maupun skala besar (gas antarbintang). Ketidakstabilan Rayleigh-Taylor ini merupakan interpenetrasi material yang terjadi ketika suatu fluida berada di atas fluida lain yang massa jenisnya lebih kecil. Kondisi tersebut menyebabkan fluida yang semula berada di atas secara kontinyu menerobos ke bawah dan kekosongan yang terjadi diisi oleh fluida yang semula berada di bawah sehingga terlihat seperti gelembung fluida. Dalam bidang komputasi fluida dinamis, fenomena ini merupakan salah satu benchmark yang digunakan untuk menguji kinerja buoyancy force pada sebuah metode numerik. Pada metode partikel khususnya, ketidakstabilan Rayleigh-Taylor telah berhasil disimulasikan metode Moving Particle Semi-Implisit (MPS). Serupa dengan MPS, pada pembelajaran kali ini, ketidakstabilan Rayleigh-Taylor antara silicon oil dan air yang dipicu oleh buoyancy force disimulasikan dengan menggunakan metode finite volume particle (FVP). Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa bentuk dari gelembung fluida yang dihasilkan dalam kalkulasi sesuai dengan hasil yang teramati pada percobaan dan metode MPS.
Keywords
Metode partikel, Finite Volume Particle (FVP) method, Ketidakstabilan Rayleigh Taylor
Topic
Komputasi dan Pemodelan (COM)
Corresponding Author
Ida Kaniawati
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Program Magister Pendidikan Fisika UPI menfokuskan pada pengembangan dan pembaharuan dalam bidang pendidikan fisika untuk berbagai jenjang pendidikan, khususnya pendidikan formal dan melakukan kajian-kajian/riset yang inovatif untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan fisika sekaligus memberikan solusi atas persoalan-persoalan nyata yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan fisika pada berbagai jenjang pendidikan. Program Magister Pengajaran Fisika ITB fokus pada proses pemahaman menurut fisika agar si pemelajar menguasai fisika. Ini,suatu pilihan untuk diikuti, tetapi alangkah baiknya disinergikan, agar lulusannya mempunyai penguasaan ilmu fisika memadai dan sepadan serta menguasai ilmu pendidikan fisika serta memiliki kompetensi akademik dan profesional sebagai pendidik fisika. Penguasaan ilmu fisika dan pendidikan fisika yang dimaksud adalah mampu membelajarkan fisika yang mudah dipahami, aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Sinerginya lebih pada berbagi keunggulan, antara lain: mahasiswa MPd Fisika mengambil beberapa kuliah fisika dan mahasiswa MP Fisika mengambil kuliah tentang pendidikan fisika, melakukan kolaborasi riset tentang pembelajaran fisika, serta mengembangan kegiatan ekstra kurikuler dalam bentuk workshop yang mengembangkan skill sebagai pendidik fisika yang handal dan profesional.
Keywords
Kata-kata kunci: magister pendidikan fisika, pengajaran fisika, memanfatkan perkuliahan, kolaborasi riset.
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
ALLEXANDER GUMAWANG
Institutions
a) Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Gedung F Lantai II, Kampus ITS, Keputih, Sukolilo-Surabaya 60111
*allexander.gumawang[at]gmail.com
b) Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Gedung F Lantai II, Kampus ITS, Keputih, Sukolilo-Surabaya 60111
Abstract
Yogyakarta adalah kota wisata dan kota pelajar yang membutuhkan mobilitas cukup tinggi. Percepatan pertambahan transportasi pribadi dan perlambatan pembangunan sistem jaringan transportasi publik (angkutan umum dan infrastruktur jalan) menimbulkan masalah. Masalah tersebut adalah kemacetan. Salah satu solusi yang diberikan oleh pemerintah D.I. Yogyakarta pada tahun 2008 adalah dibangunnya sistem jaringan Bus Rapid Transit (BRT), yang dikenal di D.I. Yogyakarta dengan nama Trans Jogja. Selama beroperasi, Trans Jogja mendapat sambutan baik dari masyarakat, namun pelayanan Trans Jogja masih perlu ditingkatkan. Pelayanan Trans Jogja yang perlu ditingkatkan adalah ketepatan waktu, sinkronisasi jadwal antar Trans Jogja, dan keteraturan jadwal operasional Trans Jogja. Pada penelitian ini, peneliti akan mengusulkan sebuah kajian analisis penjadwalan ulang Trans Jogja. Teori dasar yang digunakan untuk analisis adalah aljabar max-plus. Diharapkan dengan teori aljabar max-plus didapatkan jadwal teratur, keberangkatan Trans Jogja di setiap titik pertemuan menunggu kedatangan Trans Jogja lain untuk menjamin penumpang berpindah jalur sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dan keberangkatan Trans Jogja di setiap titik pertemuan sesegera mungkin.
Keywords
Aljabar max-plus; Trans Jogja, Penjadwalan; Sinkronisasi
Topic
Komputasi dan Pemodelan (COM)
Corresponding Author
Abdul Rohman Supandi
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Material hibirda organik-anorganik adalah material yang dibuat dari molekul organik dan anorganik untuk memperoleh sifat unggul dari masing-masing penyusunnya. Pada penelitian ini, material hibrida yang disintesis tersusun dari lapisan anorganik berupa anion kompleks [MnCl4]2- polimerik dua dimensi berbentuk perovskite dan lapisan organik berupa kation alkil ammonium yaitu C6H5(CH)2NH3+ dan C6H5CH2NH3+. Material hibrida disintesis dari garam MnCl2.4H2O dengan garam RNH3Cl dalam pelarut air pada suhu 60 oC. Pertumbuhan kristal material hibrida terjadi secara self assembly melalui penguapan lambat pada suhu dan tekanan ruang. Kristal hibrida yang dihasilkan dari molekul organik C6H5(CH)2NH3Cl (PEA.HCl) berwarna salem transparan dan dinyatakan sebagai material hibrida (PEA)2MnCl4, sedangkan dari molekul organik C6H5CH2NH3Cl (BA.HCl) berwarna merah muda transparan dan dinyatakan sebagai material hibrida (BA)2MnCl4. Berdasarkan hasil uji XRD-powder, diperoleh informasi jarak antar lapisan molekul anorganik pada material hibrida (PEA)2MnCl4 sebesar 20,57 �, sedangkan (BA)2MnCl4 sebesar 17,36 �. Ini menunjukkan adanya perbedaan panjang rantai alifatik molekul organik yang terdapat diantara lapisan molekul anorganik. Pola difraktogram XRD menunjukkan bahwa pertumbuhan kristal terjadi pada salah satu sumbu kartesius, yaitu c. Berdasarkan pengukuran kerentanan magnet, material hibrida memiliki sifat paramagnetik dengan nilai momen magnet 5,62 BM untuk (PEA)2MnCl4 dan 5,69 BM untuk (BA)2MnCl4. Nilai momen magnet tersebut menunjukkan adanya ion Mn (II) dengan 5 elektron tunggal dalam kristal hibrida.
Keywords
material hibrida, self assembly, (PEA)2MnCl4, (BA)2MnCl4
Topic
Material (MAT)
Corresponding Author
Sowanto -
Institutions
Pendidikan Matematika
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya kemampuan representasi matematis siswa SMP dan self-efficacy atau tingkat keyakinan siswa siswa akan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah matematika. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan penelitian dengan pembelajaran yang menggunakan situation-based learning (SBL) berbantuan program geometer�s sketchpad (GSP). Adapun yang dikaji dalam penelitian ini adalah masalah peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan situation-based learning (SBL) berbantuan program geometer�s sketchpad (GSP) dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau dari keseluruhan dan kategori kemampuan awal matematika siswa (atas, tengah, bawah), serta mengkaji perbedaan self-efficacy siswa setelah pembelajaran diberikan. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu dengan desain penelitian menggunakan nonequivalent control group design atau desain kelompok kontrol non-ekuivalen dengan tehnik purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kempo dengan sampel dua kelas yang dipilih secara acak. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan representasi matematis, angket self-efficacy, dan lembar observasi. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualititatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji t, uji t�, uji Anova dua jalur dan nonparametrik Mann-Whitney U. Analisis kualitatif dilakukan untuk menelaah lembar observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ditinjau dari keseluruhan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan situation-based learning (SBL) berbantuan Program geometers sketchpad (GSP) lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan situation-based learning (SBL) berbantuan program geometers sketchpad (GSP) lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa kategori atas, tengah, dan bawah. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (situation-based learning (SBL) berbantuan program geometers sketchpad (GSP) dan pembelajaran biasa) dengan kemampuan awal matematika (atas, tengah, bawah) siswa dalam peningkatan kemampuan representasi matematis siswa. Self-efficacy siswa yang pembelajarannya menggunakan situation-based learning (SBL) berbantuan program geometers sketchpad (GSP) tidak berbeda secara signifikan dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.
Keywords
situation-based learning (SBL), program geometers sketchpad (GSP), kemampuan representasi matematis, self-efficacy
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Marati Husna
Institutions
a) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia
*maratihusna[at]gmail.com
Abstract
Gerak peluru dalam praktikum fisika biasanya hanya digunakan untuk mengamati gerak dua dimensi untuk menentukan percepatan gravitasi atau variabel lain seperti waktu atau jarak jatuhnya benda.. Dengan melibatkan pegas sebagai sumber energi bagi gerak peluru, hukum kekekalan energi dapat diterapkan sehingga konstanta pegas dapat ditentukan dari gerak ini. Melalui Research Based Learning (RBL) ini, didesain suatu media pembelajaran berupa alat praktikum berbasis pegas yang dapat divariasi untuk menentukan konstanta pegas dan konstanta percepatan gravitasi pada gerak peluru yaitu Spring-based Projectile Launcher. Metode yang digunakan adalah menembakkan bola dengan variasi simpangan pegas pada Spring-based Projectile Launcher. Konstanta pegas kemudian dapat ditentukan menggunakan hukum kekekalan energi yang terjadi selama bola mengalami gerak peluru. Diharapkan media ini menjadi alat praktikum yang komprehensif, yaitu dapat mengamati gerak peluru sekaligus menentukan konstanta pegas.
Keywords
Konstanta Pegas; Alat Praktikum; Percepatan Gravitasi; Gerak Peluru
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Gusti Yuni Shinta Lestari
Institutions
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstract
Influenza virus (H1N1-p and H5N1) are a dangerous viruses. Interaction or contact between individuals is the virus transmission medium. The virus transmition to other individuals is so easly may be due to a new strain that occurs as a result of pre-coalition between the two viruses. The indicated of pre-coalition by the relationship between stability (R_0) the existence of both viruses in the system. This paper will be analysis of both viral persistence in the space (L^2) and its association with (R_0) value in the model.
Keywords
-coalition virus, Stability, Pesistence in (L^2) space
Topic
Lain-lain (ETC)
Corresponding Author
Trise Nurul Ain
Institutions
Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
Abstract
Tiga teknik pengambilan gambar sistem material butiran dua dimensi pada kasus Efek Kacang Brazil dilaporkan dalam tulisan ini. Proses penggetaran material butiran tidak dilakukan secara malar melainkan terputus-putus dalam selang waktu diam sekitar satu detik diantara dua penggetaran beruntun sehingga menyediakan cukup waktu untuk pengambilan gambar sistem yang diamati. Teknik pertama dalam pengambilan foto material granular ini dilakukan dengan menggunakan kamera digital dengan resolusi sebesar 20 MP. Pengambilan foto dilakukan secara langsung dengan menempatkan kamera di depan wadah penggetar. Foto yang dihasilkan pada teknik pertama ini belum bisa didigitasi karena terdapat bayangan. Bayangan tersebut merupakan pantulan kamera dan tripod dari wadah penggetar yang terbuat dari akrilik bening. Teknik kedua dilakukan dengan menempatkan kamera digital tidak secara langsung di depan wadah penggetar tetapi disebelah kiri depan wadah. Di belakang kamera ditempatkan sebuah layar berwarna hitam agar tidak terjadi pantulan. Pada teknik ini, tidak diambil foto secara langsung setiap detik tetapi dengan direkam secara malar menggunakan mode video. Hasil rekaman tersebut kemudian diambil snapshoot saat penggetaran dihentikan sekitar satu detik tersebut. Hasil snapshoot video pada teknik kedua ini belum terlalu bagus karena resolusi gambar menjadi VGA. Teknik pengambilan foto terakhir dilakukan dengan menggunakan mode foto dari kamera handphone beresolusi 8 MP autofokus. Digunakan kamera dan tripod berwarna hitam dan layar hitam di belakang kamera. Gambar yang dihasilkan pada teknik ketiga ini cukup bagus dan telah dapat digunakan untuk proses digitasi dengan menggunakan web browser.
Keywords
material butiran, pengambilan foto, digitasi
Topic
Material (MAT)
Corresponding Author
IKA ZUBAIDA
Institutions
SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu Jakarta Selatan
Abstract
Tuntutan pembelajaran matematika dewasa ini adalah pembelajaran seharusnya dilakukan dengan pola konstruksi dan rekonstruksi agar siswa dapat berfikir kritis dalam mencari strategi pemecahan masalah. Keberhasilan seorang siswa menyelesaikan pemecahan masalah matematik berkaitan erat dengan kemampuannya dalam memantau proses berfikirnya sendiri yang terkait juga dengan keterampilan metakognitifnya. Namun tidak setiap individu siswa memiliki keterampilan tersebut. Terdapat tiga aspek metakognitif yang relevan dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) belief and intuition, (2) prior knowledge, dan (3) self-regulation. Salah satu strategi pembelajaran untuk dapat meningkatkan ketrampilan metakognitif adalah scaffolding. Scaffolding dapat mendorong siswa masuk pada zona perkembangan kognitif (Zone Proximal Development). Berdasarkan fenomena itu, maka dilakukan penelitian tindakan tentang penerapan strategi scaffolding untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa low achievement. Subjek penelitian sebanyak 3 siswa kelas XI IPA yang berada pada kriteria low achievement. Peningkatan keterampilan metakognitif siswa yang diamati antara lain: (1) jenis-jenis pertanyaan siswa, (2) respon siswa pada saat memberikan argumen, (3) komunikasi siswa pada saat berdiskusi dengan teman sebaya, dan (4) strategi yang digunakan atau dipilih siswa untuk menyelesaikan masalah matematik. Berdasarkan uji analisis data dengan menggunakan triangulasi data yang diperoleh, (1) diperlukan strategi scaffolding khusus untuk siswa low achievement pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu dengan menggunakan pola high-high-middle-low-middle atau high-middle-high-middle-low terbukti lebih efektif untuk membangun prior knowledge siswa low achievement dibandingkan dengan menggunakan pola high-low-middle-middle-high maupun low-high-high-middle-middle; (2) scaffolding harus segera dihentikan pada saat siswa low achievement dipandang jenuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada alasan (mengapa, jadi, kemudian); (3) scaffolding dengan cara menanyakan ulang respon siswa dapat membuat siswa berfikir tentang apa yang dipikirkannya, dalam hal ini maka siswa tersebut telah mengelola proses berfikirnya dan; (4) mendiskusikan alasan dari setiap langkah pembuktian aturan matematik, melalui diskusi teman sebaya, siswa low achievement memiliki belief and intuition untuk mengkomunikasikan (mengemukakan) argumen tentang langkah-langkah pembuktian matematik.
Keywords
Scaffolding, ketramplan metakognitif, Low Achievement
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Okky Fajar Tri Maryana
Institutions
1)Fisika Magnetik dan Fotonik, Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Jawa Barat
2)Program Profesi Psikologi Pendidikan, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
Kampus UI, Depok, 16424, Jawa Barat
Abstract
Pemahaman terhadap faktor-faktor pembelajaran aktif mata pelajaran sains semakin diperlukan dunia pendidikan saat ini. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam mencapai penanaman karakter sekaligus transfer pengetahuan mata pelajaran sains kepada peserta didik, khususnya bidang studi fisika. Perihal tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah-sekolah dengan konsep inklusi yang sekarang mulai banyak mendapat perhatian oleh pemerintah dan berbagai elemen masyarakat. Sebuah konsep pendidikan sekolah yang ramah bagi semua anak. Penelitian melalui model pendekatan analogi fisis elektron ber-spin telah dilakukan pada rancangan pembelajaran aktif fisika di kelas inklusi dan telah berhasil didapatkan beberapa informasi penting. Kemudian, dengan menggunakan metode analitik Effective Medium Approximation didapatkan faktor penting lain yang mempermudah munculnya pembelajaran aktif mata pelajaran fisika yaitu berkaitan dengan posisi duduk siswa di kelas.
Keywords
fisika, effective medium approximation, elektron, pembelajaran aktif, sekolah inklusi
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Leni Aziyus Fitri
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik awal batu ginjal menggunakan micro-CT Skyscan 1173. Sebuah batu ginjal dari Rumah Sakit Hasan Sadikin dengan diameter 1 cm dipindai dengan menggunakan micro-CT Skyscan 1173 resolusi tinggi. Parameter pemindaian terkait sumber yakni 80 kV, arus 100 �A, dan lama paparan 1000 ms serta ukuran piksel 14,9 �m. Citra proyeksi hasil pemindaian dengan sudut rotasi 0,2� direkonstruksi dengan perangkat lunak NRecon yang kemudian akan menghasilkan citra rekonstruksi. Citra rekonstruksi ini berupa kumpulan citra 2D skala-abu (grayscale) yang kemudian dapat ditampilkan dalam 2D dan 3D. Ketebalan irisan citra rekonstruksi adalah 0,015 mm. Dari citra yang dihasilkan ini kemudian dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif untuk ROI tertentu. Analisis kualitatif menggambarkan perbedaan densitas material penyusun batu ginjal berdasarkan perbedaan warna piksel pada citra. Warna piksel yang lebih terang menggambarkan densitas yang tinggi dan sebaliknya. Sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi respon perbedaan material terhadap energi sinar-X dalam derajat keabuan. Derajat keabuan yang tinggi memberikan informasi bahwa material penyusun mengatenuasi sinar-X lebih besar. Nilai derajat keabuan batu ginjal diambil pada irisan 1016 dengan luas daerah pengamatan 161 piksel dan berbentuk lingkaran. Derajat keabuan yang memiliki skala 0-255 pada beberapa daerah pengamatan pada irisan yang sama kemudian dihitung. Dari analisis yang dilakukan, diperoleh 3 nilai derajat keabuan yang berbeda, yaitu 82,646, 124,894, dan 251,354. Perbedaan derajat keabuan pada irisan yang sama menginformasikan karakteristik penyusun batu, yaitu nilai derajat keabuan yang tinggi berkaitan dengan material yang memiliki massa jenis lebih tinggi. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa batu ginjal tersebut merupakan batu ginjal campuran (heterogen).
Keywords
batu ginjal, micro CT Skyscan 1173
Topic
Lain-lain (ETC)
Corresponding Author
Awanda Nur Hotimah
Institutions
Universitas Jambi
Abstract
Pengajaran kimia saat ini di SMA di Kabupaten Sarolangun Jambi masih berpusat pada guru sehingga keterlibatan siswa dalam pembelajaran menjadi terbatas. Bagaimanapun, guru merasa nyaman dengan pendekatan tradisional yang mereka gunakan selama ini. Guru kimia perlu didorong untuk menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Makalah ini melaporkan studi pendahuluan tentang persepsi guru kimia terhadap implementasi pembelajaran kooperatif type TPS yang dikombinasikan dengan multimedia dalam pembelajaran kimia di kelas. Dua belas guru dengan pengalaman mengajar yang berbeda diwawancarai tentang implementasi TPS dan multimedia dalam pembelajaran kimia. Pada umumnya guru mempersepsikan kooperatif type TPS tidakmudah untuk diimplementasikan dalam kelas yang sebenarnya. Guru juga memandang mereka tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk membuat dan memanfaatkan multimedia dalam pembelajaran secara efektif. Perlu studi yang lebih luas untuk mendalami persepsi guru kimia tentang pembelajaran kooperatif tipe TPS yang dikombinasikan dengan multimedia ini.
Keywords
Pembelajaran Kimia, TPS, Persepsi Guru, Multimedia
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
ASWANA -
Institutions
Universitas Jambi
Abstract
Pengajaran sains di MTS di Kabupaten Bungo Jambi masih berpusat pada guru, sehingga keterlibatan siswa pada proses pembelajaran menjadi terbatas. Dalam proses pembelajaran guru menggunakan model pengajaran langsung seperti deduktif-induktif dan pembelajarannya berpusat pada guru. Pada proses pembelajaran tersebut, guru memberikan penjelasan kepada siswa sehingga menyebabkan siswa tidak aktif. Guru sains perlu didorong untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Makalah ini melaporkan studi pendahuluan tentang persepsi guru sains terhadap implementasi pembelajaran kooperatif tipe Number heat together (NHT) dalam pembelajaran sains di kelas. Guru merasa sulit mengimplemetasikan kedua tipe tersebut dalam kelas yang sebenarnya. Perlu studi yang lebih lanjut guna mendalami persepsi guru sains tentang pembelajaran Kooperatif.
Keywords
Persepsi guru, Model Number Heat Together(NHT), Guru Sains
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Lina Purwanti
Institutions
Abstract
Artikel ini melaporkan hasil penelitian terkait studi awal persepsi guru terhadap penerapan model kooperatif tipe TGT di MTsN Semerah Kerinci Jambi. Kegiatan pembelajaran dan kendala-kendala yang dihadapi guru juga akan dilaporkan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. �Sumber data berasal dari responden yang merupakan guru mata pelajaran IPA terpadu kelas VII MTsN Semerah Data dikumpulkan menggunakan wawancara. � Berdasarkan hasil analisis diperoleh informasi bahwa pengajaran IPA di MTsN Semerah Kerinci Jambi masih berpusat pada guru. Keadaan ini menyebabkan peserta didik �kurang aktif. Pada proses pembelajaran, banyak peserta didik yang tidak berani mengemukakan pendapat. Fasilitas yang kurang dan waktu yang terbatas juga ikut berkontribusi terhadap rendahnya aktiviitas peserta didik dalam pembelajaran. Permasalahan yang ditemukan mendorong kreatifitas guru dalam pemilihan metode atau model pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas pembelajaran dan memotivasi peseta didik. Model yang dimaksud seperti pembelajaran kooperatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif belum dilaksanakan secara optimal di MTsN Semerah Kerinci Jambi . Temuan ini merekomendasikan pentingnya pelaksanaan penelitian lanjutan dalam usaha mengoptimalkan penerapan model kooperatif bagi guru �IPA di daerah pedesaan seperti Kerinci Jambi.
Keywords
Persepsi Guru, �Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT, Kendala
Topic
Pembelajaran (EDU)
Page 8 (data 211 to 240 of 256) | Displayed ini 30 data/page
Featured Events
Embed Logo
If your conference is listed in our system, please put our logo somewhere in your website. Simply copy-paste the HTML code below to your website (ask your web admin):
<a target="_blank" href="https://ifory.id"><img src="https://ifory.id/ifory.png" title="Ifory - Indonesia Conference Directory" width="150" height="" border="0"></a>
Site Stats