Event starts on 2015.06.08 for 2 days in Bandung
http://portal.fi.itb.ac.id/snips2015 | https://ifory.id/proceedings/z4pZjcJkq
Front PDF (2,836 kB) Back PDF (166 kB)
Page 5 (data 121 to 150 of 168) | Displayed ini 30 data/page
Corresponding Author
Sahri Ramdan
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebagai dampak penerapan levels of inquiry pada pembelajaran IPA Terpadu. Metode penelitian yang digunakan adalah quasy experiment dengan desain penelitian one group pretest-posttest. Subyek penelitian yaitu 34 orang siswa kelas VIII di salah satu SMP berbasis pondok pesantren modern di Kabupaten Tangerang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar keterlaksanaan pembelajaran dan tes keterampilan berpikir kritis berbentuk tes tertulis jenis pilihan ganda beralasan terkait konsep pembiasan cahaya dan alat indera penglihatan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa setelah pembelajaran levels of inquiry sebagian besar keterampilan berpikir kritis secara umum meningkat dengan kategori peningkatan sedang. Peningkatan tersebut diindikasikan oleh rata-rata skor gain yang dinormalisasi keterampilan berpikir kritis sebesar 0,52. Peningkatan tertinggi rata-rata skor gain yang dinormalisasi terjadi pada sub indikator menentukan suatu tindakan sebesar 0,74 dengan kategori tinggi, sub indikator mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber sebesar 0,59 dengan kategori sedang, sub indikator membuat keputusan sebesar 0,56 dengan kategori sedang, sub indikator mendefinisikan istilah sebesar 0,41 dengan kategori sedang, dan sub indikator memfokuskan pertanyaan sebesar 0,29 dengan kategori rendah. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa penerapan levels of inquiry dalam pembelajaran IPA Terpadu dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Keywords
Levels of inquiry, berpikir kritis
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Ana Hidayati Mukaromah
Institutions
S3 Chemistry ITB
Abstract
Besi (Fe) adalah logam dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII B, dengan berat atom 55,85 g.mol-1, nomor atom 26, berat jenis 7.86 g.cm-3 dan mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Kadar besi dalam air tidak boleh melebihi 1,0 mg/L, karena dapat menimbulkan rasa, bau, menyebabkan air berwarna kekuningan, menimbulkan noda pada pakaian dan tempat berkembangbiaknya bakteri Creonothrinx. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penurunan kadar Fe2+ menggunakan variasi konsentrasi Zeolit ZSM-5 dan lama waktu perendaman. Penelitian dilakukan di Laoratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan Januari � Mei 2015. Sampel penelitian menggunakan larutan baku Fe2+ dengan konsentrasi 50 ppm kemudian dilakukan perendaman menggunakan Zeolit ZSM-5 dengan variasi konsentrasi (0,25% b/v, 0,50% b/v, 0,75% b/v, 1,00% b/v) dan waktu perendaman (30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit). Hasil penelitian diketahui waktu optimum menurunkan kadar Fe2+ adalah 60 menit pada konsentrasi zeolit ZSM-5 (0,25% b/v, 0,50% b/v, 0,75% b/v, 1,00% b/v ) berturut-turut dapat menurunkan kadar Fe2+ sebanyak 11,79%, 16,17%, 10,50% dan 22,28%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah variasi konsentrasi dan lama perendaman Zeolit ZSM-5 paling optimum dalam menurunkan kadar Fe2+ adalah 1,00% b/v selama 60 menit dapat menurunkan kadar Fe2+ sebanyak 22,28%.
Keywords
Fe2+, zeolit ZSM-5, Variasi Koncentrasi, Waktu Perendaman
Topic
Material (MAT)
Corresponding Author
Trise Nurul Ain
Institutions
Program Studi Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Hukum-hukum dasar fisika dibangun berdasarkan fakta ilmiah secara eksperimental. Hukum-hukum tersebut menghasilkan persamaan differensial ketika dihubungkan dengan konsep energi, massa atau momentum sistem. Osilasi teredam rangkaian RLC merupakan salah satu sistem fisis yang dibangun berdasarkan persamaan differensial biasa. Energi listrik di kapasitor dan energi magnetik di induktor berosilasi secara periodik. Resistor pada rangkaian mengubah kedua energi tersebut menjadi energi panas sehingga energi sistem berkurang secara terus menerus. Dengan memperbesar nilai R, muatan pada rangkaian akan lebih cepat habis oleh karena semakin besarnya energi yang diubah menjadi panas. Pengaruh nilai R pada redaman muatan ini dapat diamati secara langsung melalui simulasi grafik osilasi pada Ms. Excel. Pengaruh R pada muatan yang dapat diamati secara langsung tersebut dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep rangkaian RLC. Pada simulasi ini, penyelesaian PDB dilakukan secara analitik dan secara numerik dengan menggunakan metode Euler. Hasil perhitungan secara numerik kemudian dibandingkan dengan solusi analitik untuk mengetahui error dan kestabilan hasil. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, didapatkan grafik Q terhadap t pada kedua metode yang hampir sama. Error metode analitik ditemukan membesar kemudian menurun. Ketidakstabilan hasil ini disebabkan karena metode Euler menggunakan segment garis lurus untuk memprediksi solusi, sementara persamaan differensial yang ingin dicari merupakan PDB orde dua yang menghasilkan kurva sinusoidal. Hasil yang lebih stabil dapat diperoleh dengan menggunakan metode-metode pengembangan metode Euler seperti metode Heun, metode Range-Kutta dan metode midpoint.
Keywords
metode Euler, osilasi, PDB, rangkaian RLC, solusi analitik, solusi numerik
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Toto Budianto
Institutions
DEPARTEMEN PENDIDIKAN FISIKA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Abstract
Penelitian ini bertujuan menyusun bahan ajar Ilmu Pengetahuan Bumi Antariksa (IPBA) untuk siswa SMP yang dapat mengakomodasi kecerdasan majemuk siswa. Berdasarkan hasil penelitian awal, penulis mendapatkan bahwa siswa yang berada dalam satu kelas memiliki beragam jenis kecerdasan. Beragamnya jenis kecerdasan yang dimaksud adalah seperti dijelaskan Gardner (1983) bahwa siswa mempunyai delapan jenis kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis, visual, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Melalui delapan jenis kecerdasan ini, setiap siswa mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. Penyusunan bahan ajar IPBA yang mengakomodasi kecerdasan majemuk siswa diharapkan dapat membantu seluruh siswa yang memiliki jenis kecerdasan yang berbeda-beda untuk dapat menggali informasi mengenai Bumi dan Antariksa. Bahan ajar IPBA yang mengakomodasi kecerdasan majemuk disusun dengan sejumlah kegiatan siswa di dalamnya. Diantara kegiatan tersebut adalah eksperimen sederhana dan kegiatan diskusi siswa. Dengan melakukan eksperimen sederhana, seperti simulasi gerak rotasi dan revolusi, siswa yang memiliki kecerdasan kinestetik dan musikal diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai materi IPBA. Adapun kegiatan diskusi siswa diperuntukkan untuk siswa yang memiliki jenis kecerdasan linguistik, intrapersonal dan interpersonal. Penjelasan materi dengan memberikan contoh fenomena yang sering dialami siswa menjadikan bahan ajar nyaman dibaca setiap siswa khususnya yang memiliki kecerdasan naturalis dan matematis-logis. Yang terakhir adalah kekayaan bahan ajar akan gambar-gambar dan foto-foto yang menjelaskan berbagai fenomena alam akan menarik minat baca dari siswa khususnya siswa dengan jenis kecerdasan visual. Dengan adanya berbagai kegiatan siswa, penjelasan konsep yang mempuni, dan dukungan gambar/foto yang juga mempuni, diharapkan menjadikan bahan ajar IPBA dapat mengakomodasi delapan jenis kecerdasan yang dimiliki siswa.
Keywords
Bahan Ajar IPBA, Kecerdasan Majemuk, Gerak Benda Langit
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Mohamad Arif Rahmansyah
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Ilmu Pengetahuan Bumi Antariksa (IPBA) teramat penting dan merupakan salah satu cabang ilmu dari pendidikan sains yang harus diberikan pada setiap tingkatan kelas atau jenjang pendidikan. Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas, khususnya lulusan yang ahli pada bidang ilmu pengetahuan bumi dan antariksa, maka perlu dilakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk bahan ajar yang dapat membantu pembelajaran IPBA untuk siswa SMP. Bahan ajar yang disusun adalah bahan ajar yang terintegrasi dan dapat mengakomodasi kecerdasan majemuk siswa. Bahan ajar IPBA yang Terintegrasi dengan disiplin ilmu terkait akan memantapkan pemahaman siswa pada suatu konsep. Berdasarkan hasil sebuah studi pendahuluan, diketahui bahwa siswa memiliki beragam jenis kecerdasan, keragaman kecerdasan siswa ini berdasarkan penelitian dari Gardner (1983) yang menunjukkan bahwa seorang siswa atau individu mempunyai delapan jenis kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Bahan ajar yang dapat mengakomodasi semua kecerdasan itu dapat menyalurkan informasi kepada seluruh siswa sesuai dengan jenis kecerdasan yang dimiliki. Penelitian ini dilakukan dengan metode R&D (Research and Development) sesuai prosedur yang dikembangkan Sugiyono (2009). Objek penelitian adalah siswa kelas XI SMP di salah satu SMP di Kota Bandung.
Keywords
Bahan Ajar IPBA, Kecerdasan Majemuk, Struktur Bumi,
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Arman Abdul Rochman
Institutions
Departemen Pendidikan Fisika. Universitas Pendidikan Indonesia.
Abstract
Ilmu Pengatahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) mungkin lebih dikenal dengan Earth and Space ini sempat menjadi mata pelajaran SMP pada kurikulim tahun 1975 hingga 1994 dipecah dan dilebur pada mata pelajaran Georagfi dan Fisika. Uji TIMSS (Trend Internasional Mathematics and Science Study) untuk k-8(usia 12-14) yang diikuti Indonesia dalam bidang sains pada tahun 1999, 2003 dan 2007 selalu memproleh nilai dibawah rata-rata dengan peringkat sangat rendah. Uji lapangan yang dilakukan di dua sekolah di wilayah Bandung menunjukan penguasaan konsepsi siswa hanya sekitar 32% dari materi IPBA yang terdapat di pelajaran IPA dan IPS khususnya dalam bidang Atmosfer. Mayoritas siswa berminat dalam mempelajari IPBA lebih dalam karena dapat dijumpai fenomenanya. Pengambilan tema Peramal Cuaca dimaksudkan pembelajann agar lebih terarah dalam satu tema serta siswa diharapkan mempunyai kompetensi yang bisa dipakai siswa di kehidupan sehari-hari. Tahap pertama penilitian dilakukan dengan pengambilan data penguasaan konsep dan ketertarikan siswa dalam pembelajaran peramal cuaca. Dilanjutkan pengumpulan materi atmosfer, meteorologi dan klimatologi desain keterpaduan Model Webbed dengan materi IPBA sebagai pusat materi dibangun dan dapat dikaitkan dengan pengembangan materi pada Standar Isi. Proses uji bahan ajar dilakukan dengan uji (judgement) oleh beberapa dosen terkait dan uji rumpang skala kecil. Setelah tahap ini dilanjutkan pada tahap uji rumpang skala besar. Uji rumpang yang dilakukan diharapkan akan positif, karena ditekankan pada uji konsep pemahaman siswa. Bahan Ajar ini bisa dijadikan pegangan guru ataupun siswa untuk mempelajari IPBA pada tema Atmosfer dan Cuaca ataupun Pengayaan IPA di sekolah. Pengembangan bahan ajar ini diharapkan menjadi salah satu dasar pegembangan kurikulum agar pembelajaran IPBA dapat dinikmati kembali oleh siswa-siswi di Indonesia.
Keywords
Bahan Ajar, IPBA Terpadu, SMP, Atmosfer
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Yulia -
Institutions
a)Jurusan Fisika, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia
*li.yu2[at]gmail.com
b)Jurusan Fisika, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia
Abstract
Telah dilakukan penelitian mengenai perancangan dan pembuatan alat untuk pengamatan gerak partikel granular dalam drum pseudo-dua dimensi yang berputar vertikal . Alat ini mengahasilkan gerakan partikel bed yang sama dengan gerakan partikel butiran pada rotary kiln. Alat ini terdiri dari dua bagian utama yaitu penyampur material dan sensor kecepatan rotasi. Pencampur material terdiri dari motor DC, wadah pemutar, dan tiang penyanggah. Sedangkan sonsor kecepatan rotasi berupa optocoupler yang diprogram dengan mikrokontroler. Optocopler bekerja berdasarkan cahaya yang diterima. Data masukan dari sensor ini diproses oleh mikrokontroler sehingga menghasilkan kecepatan rotasi per menit (RPM) yang ditampilkan pada LCD. Untuk menghasilkan gerakan partikel yang berbeda, tegangan masukan motor dan divariasikan. Kecepatan rotasi pada bentuk gerakan tertentu ditampilkan pada LCD. Kecepatan rotasi yang berbeda menghasilkan gerakan partikel bed yang berbeda.
Keywords
Gerakan partikel granular, rotating drum, sensor kecepatan rotasi
Topic
Instrumentasi (INS)
Corresponding Author
Mohamad Amin
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Perubahan wujud zat adalah perubahan dari satu fase benda ke keadaan wujud zat yang lain. Perubahan wujud zat karena peristiwa pelepasan dan penyerapan kalor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen untuk merancang dan membuat sebuah bejana untuk proses perubahan wujud zat, mengetahui lama waktu yang diperlukan untuk meleburkan plastik didalam bejana dengan panas yang konstan, dan mengetahui temperatur maksimum yang diperlukan untuk meleburkan seluruh plastik dalam bejana. Eksperimen ini menggunakan gelas plastik yang dipanaskan didalam bejana proses perubahan wujud dimana untuk tekanan didalam bejana diukur dengan menggunakan manometer dan suhu didalam bejana diukur dengan menggunakan termokopel. Dalam eskperimen ini telah berhasil dibuat satu unit bejana proses perubahan wujud zat. Dengan menggunakan bejana perubahan wujud zat ini diperoleh lama waktu yang diperlukan untuk meleburkan 0,5 Kg plastik didalam bejana dengan panas yang konstan yaitu (pm ) 120 menit, dan temperatur maksimum yang diperlukan untuk meleburkan seluruh plastik dalam bejana (250^0 C ). Hasil dari peleburan ini berupa cairan yang mudah terbakar, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sumber energi alternatif.
Keywords
Alat Peraga Perubahan Wujud Zat, Energi Alternatif
Topic
Energi (ENG)
Corresponding Author
Yuli Andriani
Institutions
(1)Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Indonesia (2)Dosen Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Indonesia
Abstract
Keaktifan siswa dalam pembelajaran di kelas merupakan salah satu hal yang penting, karena siswa diharuskan untuk lebih aktif dibandingkan guru. Siswa diharapkan dapat menjadi subjek dalam proses pembelajaran, bukan menjadi objek yang hanya menerima pengetahuan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang ingin menggambarkan bagaimana aktifitas siswa dan keterlaksaan tahapan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran inquiry terbimbing yang biasa mereka lakukan saat kegiatan praktikum pada pembelajaran IPA sehari-hari dengan aktifitas siswa dengan pembelajaran Argument Driven Inquiry yang secara khusus dirancang untuk melatihkan siswa dalam membuat argumen dan memiliki waktu yang lebih untuk kegiatan refleksi dibandingkan kegiatan inquiry biasa. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP kelas VII di salah satu SMP Negeri di kabupaten Garut dengan jumlah sampel 66 orang yang dibagi kedalam dua kelas yang menggunakan dua pembelajaran tersebut. Penelitian ini menggunakan lembar observasi, wawancara dan catatan lapangan sebagai instrumen penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktifitas siswa dalam pembelajaran Argument Driven Inquiry lebih tinggi jika dibandingkan aktifitas siswa pada pembelajaran Inquiry terbimbing. Dari lembar observasi diperoleh rata-rata aktifitas siswa pada pembelajaran Argument Driven Inquiry selama empat pertemuan besar 94% sedangkan pada pembelajaran Inquiry terbimbing rata-rata aktifitas siswa selama empat pertemuan hanya 83% dan untuk keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru untuk pembelajaran Argument Driven Inquiry selama empat pertemuan adalah 97% dan untuk pembelajaran Inquiry terbimbing adalah 95%. Sedangkan dari wawancara dan catatan lapangan diperoleh kekurangan dan kelebihan masing-masing kegiatan pembelajaran diantaranya salah satu kelebihan pembelajaran Argument Driven Inquiry adalah adanya sesi argumentasi dengan menggunakan teknik Round Robin.
Keywords
Aktifitas siswa, Aktifitas Guru, Argument Driven Inquiry,Inquiry terbimbing
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Robi Bhakti Awaludin
Institutions
a) Program Magister Pendidikan Biologi Sekolah Pascasarjana UPI
Jl Dr Setiabudi no 229 Bandung
*robi_awaludin[at]yahoo.com
b) Ketua program doktoral Pendidikan IPA sekolah Pascasarjana UPI
Jl Dr Setiabudi no 229 Bandung
c) Ketua Program studi Biologi Jurusan Pendidikan Biologi UPI
Jl Dr Setiabudi no 229 Bandung
Abstract
Materi subjek fotosintesis yang disajikan guru kepada siswa merupakan hal yang penting dalam pembelajaran sehingga harus terstruktur dan berurutan. Mulai dari penjelasan konsep sel tumbuhan, penemuan teori, reaksi fotosintesis, distribusi hasil, serta faktor-faktor fotosintesis. Penelitian relevan terhadap struktur materi guru pemula memiliki konten yang baik dalam memahami karakteristik pengajaran fotosintesis, struktur kimiawi fotosintesis, organel spesifik fotosintesis sehingga dapat mengatasi miskonsepsi siswa. Guru berpengalaman menekankan fotosintesis sebagai penyedia makanan dan oksigen bagi kesintasan kehidupan di bumi, menekankan persamaan fotosintesis, serta transfer energi matahari menjadi energi kimia. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan perbandingan kemampuan penyusunan skema penyajian materi fotosintesis guru pemula dan guru berpengalaman ditinjau dari jumlah konsep, kesesuaian konsep dengan skema rujukan serta keterkaitan antar konsep. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif. Subjek penelitian adalah sepuluh guru biologi pemula dan sepuluh guru biologi berpengalaman di Bandung raya. Penentuan guru sebagai sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Materi fotosintesis yang disajikan guru adalah materi kelas VII. Data diperoleh dengan cara, guru membuat skema penyajian materi fotosintesis kelas VII, kemudian dilanjutkan dengan wawancara semi terstruktur. Kesesuaian skema yang dibuat guru dibandingkan dengan skema rujukan ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah konsep guru pemula yaitu 26 dan guru berpengalaman yaitu 26. Rata-rata kesesuaian skema buatan guru dengan skema rujukan, guru pemula yaitu 74,8% dan guru berpengalaman yaitu 70%. Rata-rata jumlah keterkaitan antar konsep guru pemula yaitu 30,4 dan guru berpengalaman yaitu 29,4.
Keywords
Skema penyajian materi, fotosintesis, guru pemula, guru berpengalaman
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Asep Saefullah
Institutions
Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan alam, Institut Teknologi Bandung
Abstract
Metode perncerminan bayangan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh persamaan resistivitas semu pada metode geolistrik untuk kasus bumi dua lapisan. Metode ini bekerja dengan menggangap lapisan horizontal bumi sebagai cermin. Sumber arus listrik pada permukaan bumi akan mengalami pemantulan dan menghasilkan sumber-sumber arus listrik baru. Potensial listrik di permukaan bumi merupakan hasil penjumlahan potensial yang dihasilkan sumber-sumber arus listrik hasil pemantulan. Dari persamaan potensial listrik, nantinya akan diperoleh persamaan resistivitas semu untuk bumi dua lapisan. Persamaan resistivitas semu juga dapat diperoleh memanfaatkan hubungan integral dari teori fungsi Bessel dalam koordinat selinder. Berdasarkan kedua persamaan resistivitas semu tersebut, akan akan dilakukan perbandingkan dan analisa kurva resistivitas semu pada masing-masing metode. Perbandingan kurva resistivitas akan diterapkan pada dua konfigurasi metode geolistrik, yaitu konfigurasi Schumberger dan konfigurasi Wenner.
Keywords
Kurva resistivitas semu, metode geolistrik, metode pencerminan bayangan, fungsi Bessel.
Topic
Kebumian (EPS)
Corresponding Author
Briandhika Utama
Institutions
Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
Abstract
Beberapa kristal terbentuk oleh ikatan ionik dan strukturnya dapat bersifat stabil, seperti halnya pada garam NaCl. Bentuk struktur kristal dan kestabilannya bergantung pada total energi elektrostatiknya, yang dikenal sebagai energi Madelung. Total energi tersebut diperoleh dengan menghitung energi potensial dari keseluruhan pasangan dua ion bertetangga dalam kristal yang ditinjau, baik yang saling bersebelahan maupun yang tidak bersebelahan secara langsung. Karena sifat perhitungannya itu, perhitungan secara analitik biasanya hanya dapat diperoleh untuk kristal satu dimensi saja, seperti dalam kebanyakan buku teks Zat Padat. Dalam makalah ini kami menunjukkan perhitungan secara numerik dari energi Madelung itu untuk kristal yang kompleks, yakni seperti perovskite metal halida, yang memiliki struktur CH3NH3PbX3. Pemahaman akan energi Madelung dalam kristal ini sangat diperlukan karena kristal ini mudah terbentuk tetapi bersifat tidak stabil. Pada tahap ini, untuk mempermudah, perhitungan energi Madelung dilakukan untuk bidang (100), (110), dan (001) saja. Hasil perhitungan menunjukkan nilai energi Madelung untuk tiap bidang berbeda dan ada hubungan antara energi Madelung dengan jumlah unit sel. Bidang (100) dan (001) memiliki nilai energi Madelung negatif, menandakan struktur bidang ini stabil dan seiring bertambahnya unit sel akan semakin stabil. Sementara bidang (110) memiliki nilai energi Madelung positif, menandakan ketidakstabilan struktur dan semakin bertambahnya unit sel akan menjadi semakin tidak stabil. Kestabilan tertinggi dimiliki oleh bidang (001) karena energi Madelungnya paling negatif.
Keywords
energi Madelung, kristal, perovskite metal halida, zat padat
Topic
Material (MAT)
Corresponding Author
Ratna Dewi Syarifah
Institutions
Nuclear Physics and Biophysics Research Division, Physics Department,
Faculty of Mathematics and Natural Science, Bandung Institute of Technology
Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia
Abstract
HTGR (High Temperature Gas Cooled Reactor) adalah salah satu reaktor nuklir berpendingin gas yang menawarkan keuntungan dalam produksi hidrogen, ramah lingkungan karena tidak menghasilkan karbondioksida, sulfur, dan nitrogen oksida yang mencemari lingkungan. HTGR didesain dengan menggunakan bahan bakar keramik yang di suport oleh inherent safety dari HTGR. Bahan bakarnya berbentuk tristruktural-isotropic (TRISO). TRISO terdiri dari kernel bahan bakar terbentuk dari UOX, UC atau UCO di tengah-tengahnya. Pada penelitian ini dilakukan analisis perhitungan neutronik teras homogen HTGR dengan bahan bakar uranium nitride (UN). Bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk block/prismatic TRISO. Desain reaktor yang diteliti berdaya 30MWt dengan menggunakan hexagonal cell untuk geometri pin bahan bakarnya. Perhitungan neutroniknya dihitung dengan menggunakan kode SRAC (Standard thermal reactor analysis code) yang dikembangkan oleh JAERI, Jepang dan JENDL 3.2 sebagai database nuklirnya. SRAC melakukan perhitungan dari pin sel bahan bakar, kemudian setelah data yang didapatkan sudah homogen, akan dilanjutkan perhitungan teras bahan bakar (CITATION). Burn-up dilakukan selama 660 hari pada variasi enrichment bahan bakar 2%, 3%, dan 4%, dengan dimensi teras R, θ, dan Z, dan menggunakan teras yang homogen. Dari hasil perhitungan, k-eff terbaik yang didapatkan pada enrichment 4% dengan nilai k-eff 1,0705 di beginning of life nya. Hasil perhitungan distribusi daya arah radial dan aksialnya untuk enrichment 3% dan 4% mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda.
Keywords
HTGR, uranium nitrida, k-eff, prismatic, triso, burn up
Topic
Energi (ENG)
Corresponding Author
Widya Arisya Putri
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Masyarakat Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi pada energi yang bersumber dari fosil, namun perkembangan energi baru dan terbarukan masih belum signifikan. Indonesia kaya akan sumber daya alam. Banyak dari sumber daya alam ini yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah minyak kelapa. Minyak kelapa dengan rumus kimia CH3(CH2)2n. COOH memiliki sifat-sifat fisis yang dapat digunakan sebagai bahan baku pengaplikasian penyimpan energi termal yang dalam skala besar dapat menggantikan fungsi kerja air conditioner sehingga dapat menurunkan konsumsi energi listrik di Indonesia. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menghitung persentase kalor yang dilepas selama proses solidifikasi. Perhitungan kalor dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan luasan grafik dan dengan menggunakan persamaan kalor untuk fase sensibel cair (fase I), fase transisi cair-padat (fase II), dan fase sensibel padat (fase III) pada 3 buah termometer etanol. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan persentase menggunakan perhitungan luasan grafik pada termometer I, termometer II, dan termometer III untuk masing-masing fase I, fase II, dan fase III berturut-turut adalah 19,86%, 63,64%, 16,50% ; 13,93%, 62,52%, 23,55% ; dan 15,89%, 67,86%, 16,25%. Sedangkan persentase menggunakan persamaan kalor pada termometer I, termometer II, dan termometer III untuk masing-masing fase I, fase II, dan fase III berturut-turut adalah 7,17%, 88,35%, 4,48% ; 3,55%, 87,57%, 8,88% ; dan 4,44%, 87,57%, 7,99%. Dari data tersebut tampak bahwa minyak kelapa memiliki potensi penyimpan kalor paling besar pada fase laten.
Keywords
sistem penyimpan energi termal, kalor sensibel, kalor laten, minyak kelapa
Topic
Energi (ENG)
Corresponding Author
Yoice Srikandace
Institutions
LIPI-P2 Kimia Bandung
Abstract
Kapang endofitik Aspergillus sp1 yang bersimbiosis dengan biota laut sejenis terumbu karang Seroja kol asal Pameungpek, Garut, Jawa Barat telah berhasil diisolasi. Kapang tersebut diisolasi, dipurifikasi dan disimpan sebagai kultur dengan media Potato Dextrose Agar. Produksi polisakarida dari kapang merupakan hasil fermentasi kapang dengan menggunakan media Sabouraud Broth, dengan waktu fermentasi 14 hari pada suhu ruang dengan kecepatan 120 rpm. Polisakarida yang tersekresi dan yang berasal dari dinding sel kapang diuji aktivitas antioksidannya dengan metode 1, 1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Filtrat hasil fermentasi kapang yang diekstraksi dengan etanol 95% disebut exopolysaccharides (EPS), miselium hasil fermentasi kapang yang diekstraksi dengan air disebut water-extracted mycelial polysaccharide (WPS) dan miselium yang diekstraksi dengan Sodium disebut sodium hydroxide-extracted polysaccharide (SPS). Aktivitas antioksidan yang tertinggi berasal dari ekstrak EPS dengan aktivitas sebesar 71,98% pada konsentrasi 100 �g/ml. Ekstrak WPS dan SPS dengan konsentrasi sama hanya mampu menangkal radikal bebas DPPH masing-masing sebesar 52,17 % dan 55,27 %. Selanjutnya, ekstrak EPS dipurifikasi dengan kolom Sephadex G-100, dan diidentifikasi dengan Fourier Transform Infrared Resonance (FTIR). Data spektra inframerah menunjukkan bahwa ekstrak EPS mengandung polisakarida dengan bilangan gelombang 3354 cm-1 yang berkarakteristik untuk gugus fungsional hidroksil (OH), sedangkan untuk ikatan C-O dan C-H pada bilangan gelombang 2358 cm-1 dan 2928 cm-1. Berdasarkan hasil identifikasi molekuler dan analisis pilogenetik, Aspergillus sp1 merupakan spesies baru dengan kemiripan 74% dengan Aspergillus ochraceus.
Keywords
antioksidan, Aspergillus, biota laut, endofitik, pilogenetik, polisakarida
Topic
Lain-lain (ETC)
Corresponding Author
Firmansyah -
Institutions
a)Departemen Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung 40154, Indonesia
*firmansyah72[at]student.upi.edu
b) Pusat Penelitian Geoteknologi (P2G-LIPI)
Komplek LIPI Jl. Sangkuriang, Bandung 40135, Indonesia
c) Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia
Abstract
Kondisi geomorfologi di wilayah Provinsi Jawa Barat menjadikan salah satu faktor penyebab banyaknya sebaran daerah yang rentan terhadap aktivitas pergerakan tanah dan sudah tercatat sebanyak 290 kejadian di Jawa Barat pada tahun 2014 oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pada umumnya, kejadian tersebut banyak terjadi pada bukit atau lereng yang cukup terjal dengan kemiringan antara 30-50% yang disertai dengan pengaruh lainnya seperti gempa, curah hujan dan lain sebagainya. Telah banyak kajian mengenai tanah longsor yang sudah dilakukan, diantaranya yaitu mengunakan metode geolistrik untuk mengidentifikasi adanya nilai resistivitas yang kontras yang mengindikasikan adanya bidang gelincir namun memiliki keterbatasan dalam hal interpretasi dimana harus dikorelasikan dengan data bor. Lalu terdapat metode geologi teknik untuk menghitung kemantapan (stabilitas) lereng yang dapat memberikan informasi mengenai zona potensi longsor namun tidak sampai memprediksi jarak jangkauan pergerakan tanah. Oleh karena itu, pada paper ini mengusulkan suatu model sederhana untuk memprediksi jangkauan pergerakan tanah. Dimana pendekatan yang diterapkan pada model ini adalah massa tanah longsor dianggap sebagai satu kesatuan titik pusat massa dan perhitungan jangkauan menggunakan teori gesekan Coulomb.
Keywords
Jarak jangkauan; Model gesekan Coulomb; Pergerakan tanah; Stabilitas lereng
Topic
Kebumian (EPS)
Corresponding Author
A. F. C. Wijaya
Institutions
Departemen Pendidikan Fisika
FPMIPA UPI
Abstract
Memahami kesulitan belajar siswa memiliki andil yang cukup signifikan dalam kondisi kemampuan guru mempersiapkan perencanaan pembelajaran yang belum maksimal. HLT adalah suatu bentuk lintasan belajar yang dipersiapkan guru dengan didasari atas pemikiran untuk memilih desain pembelajaran khusus, dengan demikian hasil belajar terbaik akan lebih mungkin dapat dicapai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengenali kemampuan menganalisis respon siswa melalui HLT yang disediakan guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajarannya sebagai bentuk instrumen pembelajaran dan pengembangan beragam kemampuan siswa. Penelitian deskriptif kualitatif dipilih dalam mengumpulkan, mengolah, menginterpretasikan, dan merepresentasikan data yang digali dari sampel penelitian calon-calon guru fisika di tingkat sekolah menengah. Dalam proses pengolahannya, data diolah melalui dua jenis analisis, yaitu: analisis kualitatif respon siswa dalam proses pembelajaran berdasarkan prediksi respon yang telah disediakan, dan analisis skor tes beragam kemampuan siswa baik selama maupun setelah proses pembelajaran berlangsung sebagai hasil pengembangan kemampuan siswa yang terjadi. Hasil yang diperoleh menunjukan proses pembelajaran fisika yang disusun berorientasi HLT telah dapat mendorong calon guru dapat menyajikan pembelajaran yang efektif bagi siswa yang mengalami masalah belajar di kelas menurut kriteria Heward. Sedangkan dalam capaian pembelajaran berdasarkan kemampuan belajar siswa yang diperoleh menunjukan kemampuan siswa berkembang secara umum dalam kategori baik, dimana keterampilan proses sains yang berkembang diatas kategori cukup terampil dan aktivitas siswa yang berada pada kategori baik.
Keywords
Hypothetical Learning Trajectory (HLT), Kemampuan Siswa, Kriteria Heward
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
IRPAN MAULANA
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Abstract
Konsistensi konsepsi merupakan keajegan siswa dalam menggunakan konsepsi yang benar dalam memberikan jawaban atas sejumlah pertanyaan atau persoalan yang memuat konsep yang sama. Konsistensi konsepsi ini sangat penting karena dapat menggambarkan seberapa kuat dan mendalam pemahaman siswa akan suatu konsep. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat konsistensi konsepsi siswa pada materi tekanan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes tertulis. Instrumen tes yang digunakan berupa tes objektif dalam bentuk pilihan ganda yang sebelumnya telah mengalami tahapan validasi (judgement expert) dan ujicoba. Terdapat 32 butir soal yang mengukur sepuluh konsep yang termuat dalam materi tekanan. Siswa dapat dianggap konsisten apabila mampu menjawab secara benar tiga atau lebih pertanyaan yang menguji konsep yang sama, sekalipun disajikan dalam konteks yang berbeda. Subjek penelitian terdiri dari 44 orang siswa kelas 8 salah satu SMP Negeri di Kabupaten Tasikmalaya yang sudah pernah mempelajari konsep tekanan. Berdasarkan tes konsistensi konsepsi yang dilakukan, diperoleh gambaran bahwa mayoritas siswa (57%) berada pada level tidak konsisten.
Keywords
Konsistensi konsepsi, Tekanan
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Sari Sobandi
Institutions
Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Abstract
Penelitian ini mengkaji profil laboratorium Madrasah Aliyah dan Sekolah Menegah Atas di Jawa Barat. Dengan permasalahan dalam penelitian ini bagaimana keberadaan laboratorium kimia yang ada di Madrasah Aliyah dan Sekolah Menegah Atas Di Jawa Barat, bagaimanakah pengetahuan alat dan bahan pada Madrasah Aliyah dan Sekolah menegah Atas Di Jawa Barat dan bagaimanakah keselamatan kerja Di laboratorium Madrasah Aliyah dan Sekolah menegah Atas Di jawa barat. Untuk memecahkan permasalahan tersebut digunakan metode penelitian deskriptif. Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia. Standar jumlah peralatan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan perpeserta didik. Laboratorium harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas, sebagus dan selengkap apapun suatu laboratorium tidak akan berarti apa-apa bila tidak ditunjang oleh manajemen yang baik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan keberadaan laboratorium untuk tingkat SMA sudah cukup memadai karena rata-rata sekolah sudah memiliki laboratorium kimia 73,79%. Berbeda halnya dengan tingkat MA belum cukup memadai karena rata-rata MA memiliki laboratorium kimia 57,17%. Pengetahuan bahan kimia untuk SMA dan MA rata-rata mencapai 47,5% dan 46,1%. SMA dan MA memiliki rak zat padat 60% dan 62,5%, rak zat cair rata-rata untuk SMA dan MA sudah maksimal mencapai 75% dan 70%. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan hal yang penting pada waktu melakukan kegiatan di laboratorium. Sebagian SMA telah tersedia saluran pembuangan limbah praktek sebesar 52%, sedangkan di MA rata-rata 32%. Tidak terdapatnya tempat pengolahan limbah praktek, baik di SMA maupun MA. SMA yang memiliki alat pemadam kebakaran rata-rata 30% dan MA 25%.
Keywords
Profil laboratorium, Jawa Barat
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Dede Akhmad Junaedi
Institutions
Indonesia University of Education
Abstract
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil pengetahuan awal, miskonsepsi, dan penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem dengan menggunakan peta konsep. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII MTs Negeri Purwakarta. Data dikumpulkan dengan menggunakan rubrik penilaian pengetahuan awal, rubrik penilaian miskonsepsi, tes penguasaan konsep, lembar angket, format wawancara, dan catatan lapangan. Kegiatan penelitian dibagi menjadi tahap pengenalan dan pembiasaan pembelajaran dengan peta konsep, dan tahap pelaksanaan pembelajaran dengan peta konsep. Tahap pengenalan dan pembiasaan peta konsep meliputi perangkat peta konsep, dan Instrumen peta konsep. Tahap pelaksanaan peta konsep meliputi tahap penjaringan pengetahuan awal dan penggunaan peta konsep dalam menilai miskonsepsi dan penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peta konsep memuat aspek-aspek yang dapat mengungkap pengetahuan awal, miskonsepsi dan penguasaan konsep. Peta konsep dapat menjaring pengetahuan awal siswa terkait materi ekosistem pada kategori baik (33%), sedangkan pernyataan konsep dimana siswa mengalami miskonsepsi, peta konsep dapat mengungkap sekitar 23% pada kategori cukup, dan peta konsep dapat mengungkap penguasaan konsep siswa pada kategori cukup (49%). Guru dan siswa menanggapi positif terhadap penggunaan peta konsep dalam pembelajaran, serta peta konsep yang digunakan memiliki keunggulan dan keterbatasan dalam pelaksanaannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peta konsep dapat mengungkap pengetahuan awal, miskonsepsi dan penguasaan konsep siswa.
Keywords
pengetahuan awal, miskonsepsi, penguasaan konsep, peta konsep, ekosistem
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Mairizwan Mairizwan
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Energi matahari merupakan energi terbarukan yang memiliki prospek pengembangan yang besar. Salah satu pengembangan pada pemenenan energi matahari (cahaya) adalah dengan menggunakan sel surya. Sel surya merupakan suatu devais yang mengubah energi matahari menjadi energi listrik. Proses pengubahan energi matahari menjadi energi listrik tergantung intensitas cahaya matahari yang diterima oleh sel surya, semakin besar intensitas matahari yang diterima sel surya maka daya yang dikeluarkan sel surya juga akan semakin besar.Intensitas matahari yang diterima sel surya sangat dipengaruhi oleh posisi sel surya terhadap matahari, daya terbesar sel surya berada pada posisi tegak lurus terhadap matahari. Posisi matahari yang berubah mengakibatkan daya yang dikeluarkan sel surya juga akan selalu berubah. Oleh karena itu, untuk menjaga daya keluaran sel surya selalu selalu pada kondisi maksimum maka dibuat sebuah sistem tracker untuk menggerakkan/ mengubah posisi sel surya agar selalu pada posisi tegak lurus terhadap matahari. Prinsip kerja dari sistem tracker ini adalah dengan mendeteksi posisi matahari menggunakan sensor cahaya photodioda. Informasi posisi matahari dari sensor ini diolah dalam mikrokontroler, sehingga sel surya dapat dikontrol setiap saat dengan posisi tegak lurus terhadap cahaya matahari. Berdasarkan data dan analisisnya maka dapat diketahui dua hasil penting yaitu ; pertama, sistem tracker sel surya ini dapat bekerja dengan baik mengikuti arah gerak matahari setiap saat. kedua, daya yang dihasilkan dari sel surya ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa sistem tracker sel surya.
Keywords
sel surya, Tracker, arduino
Topic
Instrumentasi (INS)
Corresponding Author
Aisyah Hasyim
Institutions
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar IPA dengan tema laut untuk SMP kelas VII melalui metode pengembangan bahan ajar 4STMD (Four Steps Teaching Material Development). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan bahan ajar IPA SMP yang terpadu dengan tema laut khususnya untuk siswa dengan lingkungan geografis yang relevan. Tema laut dapat mengaitkan beberapa materi pokok di SMP kelas VII seperti klasifikasi zat, campuran, massa jenis, kalor, dan ekosistem. Pengembangan bahan ajar dilakukan dengan menggunakan 4STMD yang meliputi tahap seleksi, strukturisasi, karakterisasi, dan reduksi didaktik. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar validasi tahap seleksi, strukturisasi, dan karakterisasi serta validasi kelayakan bahan ajar. Hasil penelitian ini berupa bahan ajar IPA terpadu tema laut untuk SMP kelas VII yang dikembangkan dengan 4STMD.
Keywords
bahan ajar, IPA terpadu, tema laut, 4STMD
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Utih Amartiwi
Institutions
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstract
Suatu rantai R-modul dan R-homorfisma � →C_(n+1) □(→┬d_(n+1) C_n ) →┬〖 d〗_(n ) C_(n-1) →┬d_(n-1) C_(n-2) →┬� disebut barisan eksak jika Im(d_(n+1) )=ker(d_n). Rantai ini disebut juga rantai kompleks jika d_n d_(n+1) (C_(n+1) )={0}. Davvaz dan Parnian memperkenalkan generalisasi konsep barisan eksak dengan menggantikan {0} dengan Un-1 suatu submodul dari Cn-1 yang disebut dengan U-eksak. Kemudian, Davvaz dan Shabani mengembangkan konsep ini dengan mendefinisikan konsep rantai U-kompleks, U-homologi, rantai (U,U′)- pemetaan, rantai (U,U′)- homotopi, dan U-fungtor. Zn adalah himpunan bilangan bulat modulo n, dimana n∈ Z. Zn merupakan modul atas Z dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar. Sehingga, Zn dapat dikatakan Z-modul. Dalam makalah ini, penulis membuat bentuk umum dari rantai kompleks, U-kompleks, dan (U, U�)-pemetaan dari Zn dengan memanfaatkan sifat-sifat di aritmetika modulo.
Keywords
rantai kompleks, rantai U-kompleks, rantai (U,U′)- pemetaan, aritmetika modulo
Topic
Lain-lain (ETC)
Corresponding Author
Maharani Savitri
Institutions
Program Studi Pendidikan IPA
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Abstract
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau dikenal juga dengan sains merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan keteraturan yang ada di dalamnya. Terwujudnya masyarakat berliterasi sains (scientific literacy) adalah salah satu tujuan utama pendidikan sains. Salah satu persiapan yang dapat dilakukan oleh seorang guru IPA untuk mencapai tujuan tersebut adalah penggunaan bahan ajar relevan yang di dalamnya tidak hanya memuat konten (knowledge of science) tetapi juga memuat knowledge about science terkait hakikat IPA (nature of science). Nature of Science didefinisikan sebagai nilai-nilai dan asumsi yang melekat pada perkembangan lmu pengetahuan sains dan sebagai pembeda antara sains dan nonsains. Aspek-aspek NOS terdiri atas: (a) pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang dapat dipercaya dan bersifat sementara, (b) keberadaannya tidak hanya satu metode ilmiah, tetapi ada beberapa karakteristik bersama pendekatan ilmiah untuk sains seperti penjelasan ilmiah yang didukung oleh bukti empirik, dan diuji terhadap alam, (c) kreativitas berperan dalam pengembangan pengetahuan ilmiah, (d) ada hubungan antara teori dan hukum, (e) ada hubungan antara pengamatan dan kesimpulan, (f) sains mengutamakan objektifitas, meskipun selalu ada unsur kesubjektifan di dalam pengembangan pengetahuan ilmiah, dan (g) konteks sosial dan budaya juga berperanan dalam pengembangan pengetahuan ilmiah. Dengan memasukkan NOS ke dalam standar/kurikulum diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar tentang materi sains, minat terhadap sains, dan pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan sains. Model rekonstruksi bahan ajar yang dilakukan mengadopsi dari Model of Educational Reconstruction (MER) yang dibatasi pada tahap analisis struktur konten dan penelitian pada pembelajaran dan pengajaran. Hasil rekonstruksi bahan ajar IPA ini adalah untuk menghasilkan bahan ajar yang sesuai perkembangan kognitif siswa.
Keywords
Bahan ajar, nature of science, Model of Educational Reconstruction
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
DYNA PURNAMA ALAM
Institutions
Departemen Pendidikan Fisika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung 40154 Jawa Barat - Indonesia
Telp. 022-2013163 Fax. 022-2013651
Abstract
Kemajuan era globalisasi di dunia sains yang begitu pesat sehingga kehidupan masyarakat harus siap untuk bekerja keras. Salah satu untuk menyesuaikan diri dalam kemajuan era globalisasi yaitu dibutuhkannya masyarakat yang berliterasi sains. Literasi sains merupakan pemahaman konsep maupun penerapan dari sains untuk menyelesaikan permasalahan secara efektif dan bertanggung jawab. Namun kemampuan ini belum optimal dilatihkan oleh proses pembelajaran sains. Peneliti mencoba untuk menemukan cara melatih literasi sains melalui rekonstruksi pembelajaran sains berdasarkan profil analisis literasi sains. Penelitian yang akan dilakukan yaitu merekonstruksi rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran sains melalui analisis kesulitan literasi sains siswa SMP kelas VII pada topik gerak lurus. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif jenis survei dengan analisis deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung dengan jumlah sampel sebanyak 124 orang siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung menggunakan pengambilan sampel acak. Dari hasil penelitian persentase profil literasi sains siswa pada domain kompetensi diperoleh 46,64% aspek menjelaskan fenomena ilmiah, 65,93% aspek mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah dan 48,66% aspek menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Sedangkan pada domain pengetahuan diperoleh 55,91% aspek konten, 62,09% aspek prosedural dan 38,84% aspek epistemik. Berdasarkan hal di atas, maka rekonstruksi menekankan pada aspek domain yang paling rendah diantara kedua aspek domain yang lainnya. Aspek menjelaskan fenomena ilmiah dari domain kompetensi dan aspek epistemik dari domain pengetahuan akan dijadikan acuan untuk merekonstruksi rencana pembelajaran sains yang melatihkan literasi sains.
Keywords
Rekonstruksi, Profil Literasi Sains, Domain Kompetensi, Domain Pengetahuan
Topic
Pembelajaran (EDU)
Corresponding Author
Alamsyah Rizki Isroi
Institutions
a) Kelompok Keahlian Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia
*rizkiisroi[at]live.com
b) Pertamina Geothermal Energy, Menara Cakrawala lt 11, Jl. MH. Thamrin No.9, Jakarta 10340
Abstract
Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar dengan jumlah sekitar 25.875 MW atau � 40% dari cadangan dunia. Indonesia terletak pada area Ring of Fire yang mencakup wilayah sepanjang 40.000 km membentang mengelilingi samudera Pasifik, akibatnya Indonesia memiliki 127 gunungapi. Di samping itu, secara geografis Indonesia berada pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu lempeng Eurasia, lempeng pasifik, dan lempeng Indo-Australia yang berperan aktif dalam pembentukan zona subduksi dan gunungapi Indonesia. Kondisi geologi ini memberikan kontribusi ketersediaan energi panas bumi Indonesia. Energi geothermal adalah energi yang tersimpan di dalam kerak bumi. Sumber panas bumi didefenisikan sebagai suatu reservoir di mana energi panas bumi dapat diekstraksi secara ekonomis dan dimanfaatkan untuk keperluan industri, pertanian atau keperluan-keperluan lain yang sesuai. Eksplorasi panas bumi dapat dilakukan dengan metode geofisika, salah satunya yaitu metode microseismic dengan penentuan hiposenter gempa menggunakan metode single event determination (SED) yang digunakan untuk mengidentifikasi gempa-gempa kecil berkekuatan ≤ 3 SR yang umumnya disebabkan oleh simulasi hidrolik, kegiatan produksi atau injeksi dan pengeboran. Metode ini menunjukkan sebaran zona-zona kejadian gempa melalui letak hiposenter dan episenter. Hiposenter adalah lokasi fisik dari sumber gempa, biasanya diberikan dalam longitude (x0), latitude (y0), kedalaman di bawah permukaan (z0), dan juga waktu terjadinya gempa (t0). Saat hiposenter dan waktu asal ditentukan oleh waktu kedatangan fase seismik dimulai oleh gempa pertama, lokasi akan dihitung sesuai dengan titik di mana gempa dimulai. Dimulai dari t adalah waktu tiba pertama (first arrival time) gelombang seismik di setiap stasiun pengamatan (seismometer) ke-i (x i , y i , z i ) dari hiposenter (x 0 , y 0 , z 0 ), t Cal adalah waktu tempuh kalkulasi berdasarkan model kecepatan satu dimensi bawah permukaan dan t 0 adalah waktu asal (origin time).
Keywords
geothermal, hiposenter, micro seismik, SED
Topic
Kebumian (EPS)
Corresponding Author
Nita Handayani
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Penyakit Alzheimer (Alzheimer�s Disease, AD) merupakan gangguan neurodegeneratif progresif yang terkait dengan gangguan fungsi neuronal dan kerusakan kognisi, fungsi, dan perilaku secara bertahap. Ada dua teori tentang penyebab terjadinya AD. Pertama dari luar sel, adanya penumpukan peptida amyloid yang disekresikan oleh sel-sel otak sehingga membentuk plak beta-amyloid yang dapat merusak sel. Kedua dari dalam sel, adanya tau protein yang saling berikatan membentuk tangles (neurofibrillary tangles) yang dapat merusak fungsi sel dan menyebabkan kematian sel. Terdapat beberapa biomarker yang dapat digunakan sebagai acuan diagnostik dan prognostik dalam deteksi dini penyakit alzheimer, salah satunya adalah neuroimaging marker. Beberapa teknik pencitraan otak sering digunakan untuk mempelajari proses neuropatologis dan perubahan fungsional dan morfologis yang terjadi pada AD. Metode neuroimaging ini tidak hanya bermanfaat untuk deteksi dini namun juga mampu membedakan AD dari penyakit neurodegeneratif lainnya. Teknik neuroimaging secara umum dibedakan menjadi dua yaitu structural neuroimaging (CT, MRI) dan functional neuroimaging (PET, SPECT dan fMRI). Pengembangan teknik neuroimaging saat ini diarahkan pada modalitas yang bersifat non-invasif, non-radiatif, cepat, murah dan reiabel diantaranya adalah EEG dan Brain ECVT. Dalam makalah ini akan dipaparkan perkembangan terbaru dari kemampuan beberapa teknik neuroimaging baik yang berbasis pencitraan struktural, pencitraan fungsional maupun pengukuran sinyal listrik otak untuk studi deteksi dini AD.
Keywords
teknik neuroimaging, Alzheimer, pencitraan otak, deteksi dini
Topic
Lain-lain (ETC)
Corresponding Author
Rizky Kusumawardani
Institutions
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstract
Analisis diskriminan merupakan salah satu metode statistika yang dapat digunakan untuk klasifikasi, metode ini sesuai digunakan untuk klasifikasi ketika variabel dependen yang digunakan bertipe kategorikal dan variabel independennya bertipe kontinu. Data penelitian yang tersedia untuk analisis diskriminan rata-rata memuat banyak variabel independen. Oleh karena itu, analisis diskriminan membutuhkan tahapan seleksi variabel untuk memilih variabel independen yang berkontribusi besar terhadap fungsi diskriminannya. Metode statistika yang sering digunakan untuk seleksi variabel adalah stepwise method. Penggunaan metode ini belum memberikan hasil yang optimal. Metode stepwise terlalu sensitif terhadap perubahan tingkat signifikasi, rentan terhadap kasus multikolinieritas, dan tidak memberikan jaminan kebaikan hasil. Oleh karena itu, diperlukan metode baru yang dapat memperbaiki kekurangan tersebut. Metode yang dapat digunakan adalah algoritma genetika, yang merupakan metode iteratif untuk mendapatkan hasil global optimum. Pada penelitian ini digunakan metode algoritma genetika untuk seleksi variabel pada klasifikasi data benchmark.
Keywords
Analisis Diskriminan, Algoritma Genetika,Benchmark.
Topic
Komputasi dan Pemodelan (COM)
Corresponding Author
Abdul Rohman Supandi
Institutions
Institut Teknologi Bandung
Abstract
Material hibirda organik-anorganik adalah material yang dibuat dari molekul organik dan anorganik untuk memperoleh sifat unggul dari masing-masing penyusunnya. Pada penelitian ini, material hibrida yang disintesis tersusun dari lapisan anorganik berupa anion kompleks [MnCl4]2- polimerik dua dimensi berbentuk perovskite dan lapisan organik berupa kation alkil ammonium yaitu C6H5(CH)2NH3+ dan C6H5CH2NH3+. Material hibrida disintesis dari garam MnCl2.4H2O dengan garam RNH3Cl dalam pelarut air pada suhu 60 oC. Pertumbuhan kristal material hibrida terjadi secara self assembly melalui penguapan lambat pada suhu dan tekanan ruang. Kristal hibrida yang dihasilkan dari molekul organik C6H5(CH)2NH3Cl (PEA.HCl) berwarna salem transparan dan dinyatakan sebagai material hibrida (PEA)2MnCl4, sedangkan dari molekul organik C6H5CH2NH3Cl (BA.HCl) berwarna merah muda transparan dan dinyatakan sebagai material hibrida (BA)2MnCl4. Berdasarkan hasil uji XRD-powder, diperoleh informasi jarak antar lapisan molekul anorganik pada material hibrida (PEA)2MnCl4 sebesar 20,57 �, sedangkan (BA)2MnCl4 sebesar 17,36 �. Ini menunjukkan adanya perbedaan panjang rantai alifatik molekul organik yang terdapat diantara lapisan molekul anorganik. Pola difraktogram XRD menunjukkan bahwa pertumbuhan kristal terjadi pada salah satu sumbu kartesius, yaitu c. Berdasarkan pengukuran kerentanan magnet, material hibrida memiliki sifat paramagnetik dengan nilai momen magnet 5,62 BM untuk (PEA)2MnCl4 dan 5,69 BM untuk (BA)2MnCl4. Nilai momen magnet tersebut menunjukkan adanya ion Mn (II) dengan 5 elektron tunggal dalam kristal hibrida.
Keywords
material hibrida, self assembly, (PEA)2MnCl4, (BA)2MnCl4
Topic
Material (MAT)
Corresponding Author
Marati Husna
Institutions
a) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia
*maratihusna[at]gmail.com
Abstract
Gerak peluru dalam praktikum fisika biasanya hanya digunakan untuk mengamati gerak dua dimensi untuk menentukan percepatan gravitasi atau variabel lain seperti waktu atau jarak jatuhnya benda.. Dengan melibatkan pegas sebagai sumber energi bagi gerak peluru, hukum kekekalan energi dapat diterapkan sehingga konstanta pegas dapat ditentukan dari gerak ini. Melalui Research Based Learning (RBL) ini, didesain suatu media pembelajaran berupa alat praktikum berbasis pegas yang dapat divariasi untuk menentukan konstanta pegas dan konstanta percepatan gravitasi pada gerak peluru yaitu Spring-based Projectile Launcher. Metode yang digunakan adalah menembakkan bola dengan variasi simpangan pegas pada Spring-based Projectile Launcher. Konstanta pegas kemudian dapat ditentukan menggunakan hukum kekekalan energi yang terjadi selama bola mengalami gerak peluru. Diharapkan media ini menjadi alat praktikum yang komprehensif, yaitu dapat mengamati gerak peluru sekaligus menentukan konstanta pegas.
Keywords
Konstanta Pegas; Alat Praktikum; Percepatan Gravitasi; Gerak Peluru
Topic
Pembelajaran (EDU)
Page 5 (data 121 to 150 of 168) | Displayed ini 30 data/page
Featured Events
Embed Logo
If your conference is listed in our system, please put our logo somewhere in your website. Simply copy-paste the HTML code below to your website (ask your web admin):
<a target="_blank" href="https://ifory.id"><img src="https://ifory.id/ifory.png" title="Ifory - Indonesia Conference Directory" width="150" height="" border="0"></a>
Site Stats